Selasa, 26 Januari 2016

MANA DALIL BACA IKHFA SYAFAWI & IQLAB DENGAN "FURJAH" ?

Ilmu tajwid adalah ilmu paling menetramkan hati, karena gak banyak terjadi perdebatan. Namun ada satu pembahasan yang paling menimbulkan perdebatan sengit akhir-akhir ini, yaitu cara membaca Iqlab dan Ikhfa' Syafawi, dengan menutup bibir (Ithbaq) atau sedikit merenggang (Furjah).

Contoh:
Ikhfa Syafawi: وهم بارزون
Iqlab: من بعد

Beberapa penuntut ilmu tajwid dengan sikap fanatismenya terhadap gurunya mengatakan:
- Yang mbaca pake menutup bibir salah, yang benar adalah ithbaq
- Gak ada perkataan ulama mutaqaddimin membaca dengan furjah
- Semua ulama mutaqaddimin mengatakan dengan itbaq syafatain

Sebagai penuntut ilmu yang diberi kenikmatan sedikit mengarungi ilmu tajwid saya ingin menyampaikan beberapa point sebagai jawaban dari keraguan-keraguan diatas sbb:

1. Alhamdulillah, saya diberi kesempatan talaqqi Al qur'an dengan 2 orang syekh dari Mesir. Yang satu meriwayatkan dengan furjah, yang satunya lagi memberi kebebasan, boleh furjah boleh ithbaq, karena beliau talaqqi pada beberapa masyayikh quran yang masing-masing memiliki pendapat yang berbeda.

2. Memang ulama mutaqaddimin seperti Al Jazari, Abu syamah, Ad Dani Rahimahullah dll memiliki statemen 'ithbaq' atau 'intibaq' yang artinya menutup bibirnya. Darisini beberapa orang menganggap remeh bahwa madzhab furjah tidak ada sandaran dan landasan perkataan ulama.

Jawaban saya: bahwa perlu ditinjau kembali makna kalimat 'ithbaq' atau 'inthibaq' yang disebutkan oleh ulama tajwid mutaqaddimin. Tidak selalu kalimat tersebut mereka maksudkan menutup bibir rapat. Sebagai buktinya: Imam As Syatibi Rh dalam bait syair beliau ketika menjelaskan definisi Isymam:

والاشمام إطباق الشفاه بعيدما   *   يسكن لا صوت هناك فيصحلا

Beliau menggunakan istilah Ithbaq untuk mendefinisikan Isymam, yaitu isyarat memanyunkan bibir ketika berharakat dhommah dan kasroh. Lalu apakah ketika mengucapkan Isymam bibir kita menutup rapat? contoh pada ayat, "Laa Ta'manna" Qs. Yusuf 11. Jawabannya  TIDAK, bibir dalam posisi manyun tanpa menutup rapat, terbuka sedikit.

3. Kalau membaca ikhfa' syafawi dan Iqlab harus menutup bibirnya, bagaimana mungkin ia bisa dinamakan Ikhfa'? Padahal Ikhfa' itu definisinya membaca diantara Idgham dan idzhar.

4. Jika harus memaksa membaca dengan menutup bibir, maka namanya seharusnya Idzhar syafawi, bukan ikhfa' syafawi. Karena dengan menutup kedua bibir maka suara akan terdengar jelas (idzhar) + dengung bukan ikhfa' lagi. Apakah mungkin para ulama Al Qur'an menamakan sebuah hukum keluar dari madlulnya?

5. Sampai kepada saya beberapa qori', muqri', syekh besar ilmu tajwed yang berpandangan furjah:
- Syekh Abdul Fattah Al Qhodi (muallif Al Buduruz Zahirah)
- Syekh Abdul Aziz Az Zayyat (Pemilik sanad Al Qur'an tertinggi sejagad)
- Syekh Ali Al Hudzaifi (Imam masjid Nabawi)
- Syekh Ibrahim Akhdar (Qori' International)
- Syekh Mahmud Khalil Al Khushori (Syaikhul Maqori' Al Mishriyyah) dll
- Dan masih banyak yang lain

Masih mungkinkah ada batu kerikil hitam kecil ditengah gelapnya malam baru belajar ilmu tajwed lalu menyalahkan bintang-bintang kejora yang berkilauan di langit atas?

6. Masalah ini menjadi booming sejak stateman Dr. Ayman Rusudi Suwaid yang mengatakan bahwa dari talaqqi beliau ke 6 masyayikh besar tidak ada yang mengatakan furjah, melainkan Syekh Amir Ahmad Utsman dari mesir saja. Namun ketika dicek lagi ternyata dari para masyayikh besar no 5 tidak semuanya adalah murid Syekh Amir Utsman.

7. Walhasil, ini adalah permasalahan khilafiyyah diantara para ulama tajwid besar. Kita sebagai orang Indonesia yang ilmunya hanya transferan dari mereka hendaklah menjaga lisan kita dari menyalah-nyalahkan dan merendahkan pendapat ulama' besar.

8. Boleh mentarjih dan cenderung pada pendapat yang diajarkan gurunya  yaitu itbaq, namun bukan berarti harus menyepelekan dan memaki-maki pendapat furjah yang, "Gak punya dalil, hukum baru dll".

9. Pembahasan ringkas ini bukan dari kehebatan dan kecerdasan saya dalam mengurai permasalahan. Sesungguhnya ini hanya uraian dari sebuah web yang saya terjemahkan untuk membela riwayat membaca dengan merenggangkan bibir (furjah) supaya tidak lagi jadi bahan olokan dan meremehkan orang-orang yang sesak hatinya dalam urusan khilafiyyah.

Semoga ada sedikit manfaat dan mohon masukan dan saran dengan baik. Mohon jangan mendahululkan nafsu amarahnya untuk menghakimi saya dengan kata-kata yang kasar atau merendahkan bila memang berbeda pandang.

Salam hormat dan cinta
Mochamad Ihsan Ufiq
Doha, 29 Mei 2015

Nb: Sengaja tidak disebutkan maraji' pendapat ulama supaya tulisan tidak memanjang dan menjadi kunci pembuka kita semua untuk meruju' lagi ke  ulama.

11 komentar:

  1. Assalam ya akhi fillah,
    Alhamdulillah syukuron atas postingannya diatas. Saya sedang mendalami ulang kaidah tajwid dan guru saya selalu memberi "pr" setiap selesai belajar dan kebenaran ada salah satu tugas dr beliau adalah untuk mempelajari masalah idghrom soghir dan kabir menurut qira'ah imam ashim dr imam hafsh dan qiraah imam susy. Saya agak kesulitan mencari referensi kitab yang membahas masalah tersebut (kitab terjemahan), jika akhi ada referensi link kitab yang mungkin dapat membantu, saya mohon perkenannya untuk menginformasikan kepada saya. Syukron sebelumnya.

    Bambang gunawan
    baguntata26@gmail.com

    BalasHapus
  2. Assalamu 'alaikum wa rohmatullah..
    izin share ya ustadz, sangat bermanfaat

    BalasHapus
  3. alhamdulillah..
    saya setoran hafalan ke guru saya dengan furjah,

    BalasHapus
  4. saya juga belajar dengan dua ustad yang mempunyai pendapat yang berbeda, ustad pertama dengan sedikit merenggang (Furjah)dan ustad yang kedua dengan menutup bibir (Ithbaq). Namun saya sudah terbiasa dengan sedikit merenggang (furjah)..

    BalasHapus
  5. Qari yang pertama kali membaca dan memperkenalkan furjah pada mim mati bertemu ba dan nun mati bertemu ba pada Qiraah Hafs ialah Syekh 'Aamir Utsman seorang alim dari Mesir dan tidak ditemukan sebelum beliau ada qari yang membaca dengan cara demikian. Setelah begitu populer cara membaca dengan merenggangkan bibir ini, maka para ahli sanad menelusuri dari mana asal muasalnya. Mungkinkah Al-Furjah ini memang bersanad sampai kepada Rasulullah? Setelah ditelusuri dari qari-qari yang membaca dengan furjah, mengerucut pada satu guru yang bernama Syekh 'Aamir Utsman. Ditanyakan kepada Asy-Syekh, dari siapakah beliau talaqqi atau menerima cara membaca dengan furjah ini namun beliau tidak memiliki sanad dan menyatakan bahwa itu hanyalah ijtihadnya sendiri. Pada akhirnya beliau diminta bertaubat dan kembali ke cara baca asalnya. maka Syekh 'Aamir Utsman pun rujuk dari pendapatnya. Semoga Allah merahmati beliau.

    Informasi rujuknya Asy-Syaikh rahimahullah diperoleh dari salah satu murid beliau bernama Syaikh Mahmuud Thanthawiy ketua Lajnah Pentashih Mushaf Al-Azhar. Sebuah kitab tajwid berjudul, “ﻫﺪﺍﻳﺔ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀ ﻟﻮﺟﻮﺏ ﺇﻃﺒﺎﻕ ﺍﻟﺸﻔﺘﻴﻦ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﻭﺍﻹﺧﻔﺎﺀ" (Petunjuk Bagi Para Qari’ Tentang Wajibnya Menutup Kedua Bibir Pada Saat Iqlab dan Ikhfa), karya Syaikh Hamdallah Haafidz Ash-Shoftiy. Dalam kata pembukanya Syaikh Thanthawiy berkata (hal. 5),
    “(Setelah kalimat pembuka), aku telah menelaah kitab yang berjudul, "Petunjuk Bagi Para Qari’ Tentang Wajibnya Menutup Kedua Bibir Pada Saat Iqlab dan Ikhfa (ikhfa syafawi -pen)", karya al-Ustadz Hamdallah Hafidz ash-Shoftiy, yang mana beliau telah menghadirkan banyak dalil dari ucapan para Imam mutaqadimin yang mereka menghabiskan umurnya untuk berkhidmat dalam ilmu ini, mereka semuanya bersepakat membaca ikhfa (ikhfa syafawi -pen) dengan ithbaq (menutup) kedua bibir, dan tidak mengajak untuk membacanya dengan furjah, ini adalah pendapat yang diada-adakan oleh salah seorang guru kami yang pernah mengajarkannya kepada kami, namun beliau telah rujuk dari fatwanya dan bersepakat untuk membacanya dengan ithbaq”.

    Banyak qari bahkan yang masyhur namanya seperti Syekh Saad Al-Ghamidi atau Syekh Yaser Ad-Dosary tetap memilih membaca dengan furjah maka itu pilihan atas pendapat mereka masing-masing. Sikap kita menghormati pilihan mereka. Tapi jika para qari dengan furjah ditanya mengenai sanadnya tentu mereka pun tahu bahwa furjah itu tidak ada sanad. Adapun qari ahli sanad yang membaca dengan ithbaq mereka dapat menyebutkan siapa guru mereka yang meriwayatkan dan dari siapa guru mereka dan dari siapa guru mereka dan seterusnya sampai kepada sahabat dan Rasulullah.

    Mengenai penamaan ikhfa syafawi dan penamaan hukum baca lainnya adalah penamaan yang lahir pada era ulama mutaakhirin sekarang ini untuk mempermudah pengajaran dalam pengenalan hukum baca. Pada masa ulama mutaqaddimin (awal-awal Islam), tidak ada penamaan ikhfa, idzhar, dan lain-lainnya, hanya cara membaca mim mati bertemu ba', nun mati bertemu ba, dan lain-lainnya. Maka boleh jadi penamaan ikhfa syafawi adalah kekeliruan karena terlanjurnya kekeliruan cara membaca, namun telah diterima sebagai nama hukum baca oleh semua pihak.

    Jika kita ingin memurnikan cara membaca Al-Quran sesuai dengan sanad yang bersambung sampai kepada Rasulullah maka tidak ada pilihan lain selain membaca dengan ithbaq pada huruf mim mati bertemu ba' dan nun mati bertemu ba'. Semoga kita dapat memurnikan kekeliruan yang sudah meluas ini dan bagi saudaraku yang tetap pada furjah, maka itu kembali pada pilihan kalian dan tidak pantas saya pribadi mengahakimi itu salah hanya saja itu tidak murni. Semoga Allah memberi taufiq.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah mantab ust, klo boleh tau ini sumbernya dari mana

      Hapus
    2. Nama kitabnya sudah disebutkan di atas. Semoga Allah menambahkan ilmu.

      Hapus
  6. MasyaAllah jazakumullah khoir...

    BalasHapus
  7. MashaAllah jazakallah khair izin share

    BalasHapus