Senin, 29 Februari 2016

SYARAT BELAJAR ILMU QIRAAT

Ilmu Qira'at adalah perbedaan tata cara membaca Al Qur'an yang diajarkan malaikat Jibril As kepada baginda nabi Muhammad Saw. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan pengucapan kata, dialeg, cara pengungkapan kosa kata bangsa arab di zaman beliau Saw sesuai suku dan kabilah masing-masing.

Mungkin teman-teman sebagaian ada yang sudah bisa mengikuti dan ada juga yang belum dengan paparan penulis dibawah ini. Tapi setidaknya penulis sudah berusaha memperkenalkan salah satu produk ajaran baginda Rasulullah SAW dalam Al Qur'an yang tidak ada satupun kelompok keagamaan yang menentangnya. Begitu juga, 'amaliyyah ibadah kita sehari-hari adalah salah satu produk yang dihasilkan para ulama dari ilmu Qira'at ini. Jadi, silahkan diikuti dan dibaca dengan baik. 

Langsung saja, berikut ini adalah step-step yang harus kita kuasai secara matang sebelum terjun mempelajari ilmu Qira'at, baik Qira'at Sab'ah (tujuh) atau Qira'at 'Asyroh (sepuluh):

MENGUASAI BAHASA ARAB

Bahasa arab sangat diperlukan sebagai pengantar memahami kitab-kitab atau literatur ilmu Qira'at yang ada. Sampai saat ini, penulis belum menemukan buku berbahasa Indonesia yang mengajarkan ilmu Qira'at secara detail dan lengkap. Hanya beberapa saja, itupun cuma pengenalan pokok-pokok & dasar-dasarnya saja.

HAFAL AL QUR'AN 30 JUZ

Tidak mungkin bagi seseorang yang belum hafal 30 juz untuk mempelajari ilmu Qira'at, karena ia akan merasa kebingunan dengan potongan-potongan suku kata Al Qur'an yang dijelaskan dalam panduan bait-bait syair. Tidak harus lancar 100 %, namun setidaknya ia sudah hafal dan mengenal letak-letak potongan ayat 70 % keatas.

FASIH & BERTAJWID MEMBACA AL QUR'AN

Seseorang yang mengaji Al Qur'annya belum memenuhi kriteria standar baca bertajwid (diutamakan yang sudah mendapatkan sanad Hafs 'an 'Ashim) ia akan semakin kacau dan rusak mengajinya. Hal ini disebabkan perbedaan yang sangat super sensitif pada suara bacaan yang ada. Sebagai contoh: untuk membedakan bacaan Fathah & Taqlil atau Imalah & Kasroh, seseorang harus benar-benar telah memantapkan bacaannya supaya tidak tertukar. Belum lagi nanti ada istilah Ikhtilas, yaitu membeca sepertiga harakat.

HAFAL BAIT AS SYATIBIYYAH ATAU AT THOYYIBAH

Kedua rangkaian bait tersebut adalah tuntunan yang menjelaskan perbedaan tata cara membaca pada setiap kata dalam sebuah ayat. Diawali dengan kaedah ushul yang dapat dikiaskan pada setiap tempat. Kemudian ada juga kaedah farsy yang berisi perbedaan yang hanya dijumpai pada satu tempat atau beberapa saja dalam Al Qur'an.

Menghafal rangkaian bait ini bersifat wajib, tidak bisa tidak. Karena keduanya ibarat sebuah perahu & dayung yang digunakan berlayar oleh seseorang yang akan mengarungi samudra luas ilmu Qira'at. 

As Syatibiyyah adalah kumpulan bait-bait Qira'at Sab'ah yang berjumlah 1173 baris. Sedangkan At Thoyyibah adalah kumpulan bait-bait Qira'at 'Asyroh yang berjumlah 1015 baris. Diharuskan menghafalkannya sampai benar-benar lancar 100 % sebagai dalil petunjuk penyebutan perbedaan baca, jika ingin meneruskan pada tahap setor ke seorang guru/syekh.

HAFAL RUMUS-RUMUS IMAM QIRA'AT DALAM BAIT

Pada kedua kitab diatas terdapat rumus-rumus imam-imam Qira'at beserta perawi-perawinya yang harus juga dihafal agar dapat memahami imam atau rawi mana yang sedang membaca demikian. Dengan demikian, akan mudah menuangkannya dalam bacaan setoran secara urut. Terdapat 2 macam rumusan:Rumusan tunggal untuk 1 Qori' atau 1 rawi, contoh: 
Huruf ا (Alif) : Rumus dari imam Nafi' Al Madani 
Huruf ب (Ba'): Rumus dari perawinya, yaitu Qolun 
Huruf ج (Jim): Rumus dari perawinya, yaitu Warsy

Rumus kelompok 

Rumus ini adalah rumus kalimat yang terdiri dari beberapa imam dan perawi, contoh:
Kata 'سما': Rumus dari Imam Nafi', Ibn Katsir & Abu Amr
Kata 'حصن': Rumus dari Imam Ashim, Hamzah, Al Kisa'i & Nafi'
Kata 'صحاب' : Rumus dari Imam Hamzah, Kisa'i & Hafs 

Ini hanya sebagian kecil dari contoh rumus-rumus yang penulis sertakan. Untuk lebih lengkapnya, silahkan merujuk pada kitab-kitab ilmu Qira'at yang ada.

MENGAJI SYARAH BAIT DENGAN SYEKH

Pada umumnya, bait-bait yang berisi tentang nasehat, keterangan ilmu, anjuran atau petuah sangatlah mudah untuk difahami. Namun untuk bait-bait ilmu Qira'at ini tidak semudah yang anda bayangkan. Tidak menjamin ahli baca kitab gundul, lalu faham ketika membacanya. Sebagai contoh: 

َنَعَمْ إذْ تََمَشَّتْ زَيْنَبٌ صَالَ دَلُّهَا *** سَمِيَّ جَمَالٍ وَاصِلاً مَنْ تََوَصَّلا 

Atau ingin mencoba memahami bait yang lain:

وَأَبْدَتْ سَنَا ثَغْرٍ صَفَتْ زُرْقُ ظَلْمِهِ *** جَمَعْنَ وُرُوْدًا بَارِدًا عَطِرَ الطِّلاَ

Bagaimana kawan-kawan?

MENGHAFAL NAMA IMAM & PERAWI DAN URUT-URUTANNYA

Untuk Qiraat Sab'ah, akan ada 7 nama imam/perawi yang harus dihafal. Sedangkan setiap imam memiliki 2 rawi masyhur, berarti ada 14 urutan nama yang harus dihafal dengan baik.

Untuk Qiraat 'Asyroh, hanya penambahan 3 imam beserta 2 rawinya saja, jadi ada 6 nama. Secara keseluruhan, harus menghafal 20 urutan nama. Ini jika memakai jalur Qira'at 'Asyroh Shughro (As Syatibiyyah + Ad Durroh). Jika memakai jalur Qira'at 'Asyroh Kubro (At Thoyyibah) maka rumusnya akan berbeda.

HAFAL SETIAP KATA YANG BERBEDA CARA BACA

Dalam hampir setiap ayat Al Qur'an terdapat beberapa perbedaan cara baca sebuah kata dari ke 20 imam diatas. Ada juga beberapa perbedaan terjadi hanya pada 1 kata saja. Nah, seorang 'aktifis' ilmu Qira'at yang handal harus tahu dan benar-benar hafal perbedaanya, jika ia ingin lancar perjalanan belajar Qira'atnya.

HAFAL URUTAN PERBEDAAN SETIAP KATA PADA AYAT

Pada point diatas dijelaskan bahwa perbedaan cara baca kata terjadi hampir pada setiap ayat. Jumlahnya bermacam-macam, tergantung tingkat kerumitan perbedaan pada ayat tersebut. Nah, seorang 'aktifis' ilmu Qira'at yang ideal harus mengetahui urutan perbedaan tersebut dimulai dari akhir ayat sampai awal ayat.

Dari pengetahuan 'tertib perbedaan' inilah ia dapat meramu urutan baca 20 imam Qira'at yang penulis maksud. Sebagai contoh:

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ 

Pada surat Al Baqarah 31 diatas hampir di setiap kata terdapat perbedaan tata cara baca. Jadi, sang 'aktifis' tersebut harus hafal urutannya dimulai dari akhir sampai awal ayat sbb:
كُنتُمْ : Mim Jama'
ءِ إِن : Bertemu 2 hamzah
هَٰؤُلَاءِ : Mad wajib pada "laaa'i"
هَٰؤُلَاءِ : Mad Jaiz pada "Haaa'u"
بِأَسْمَاءِ : Mad Wajib pada "Maaa'i"
بِأَسْمَاءِ : Ibdal, Tashil pada "Bi a" 
أَنبِئُونِي : Mad Badal pada "Uuuu"
أَنبِئُونِي : Naql pada "AnBuuni"
الْمَلَائِكَةِ: Tashil pada kata "i" ketika waqaf
الْمَلَائِكَةِ : Mad Wajib pada "Laai"
عَرَضَهُمْ : Mim jama'
الْأَسْمَاءَ : Mad Wajib pada "Maaaa a"
مَ الْأَسْمَاءَ : Ada Naql dan Saktah pada "Mal as"
آدَمَ : Mad Badal pada "aaa"

Dari setiap ayat memiliki urutan dan perbedaan yang sangat mencolok, sehingga sang 'aktifis' harus benar-benar hafal kaidah dan rumusan sampai ia dapat teliti dan super sensitif mengenali setiap perbedaan kata dan bacaan setiap imam dari hafalan bait-bait diatas.Pembaca yang budiman..Step-step diatas adalah modal dasar sebelum mengarungi samudra ilmu Qira'at secara menyeluruh. Namun sebelumnya, ada hal-hal yang lebih penting untuk dipertimbangkan yang berkaitan dengan urusan batin, seperti:
Apakah tujuan dan niat anda belajar ilmu Qira'at?
Apakah sudah yakin, mantab dan bertekat bulat menyelaminya?
Apakah siap bersabar dengan waktu yang cukup lama?
Apakah anda sudah siap dengan materi hafalan yang ada?

Perlu diketahu, bahwa syarat-syarat diatas diperuntukkan bagi teman-teman yang ingin belajar ilmu Qira'at secara jama'/kolektif (mengumpulkan perbedaan seluruh imam). Adapun bagi yang ingin mempelajarinya secara partial (per Imam/rawi), maka syarat-syaratnya lebih mudah dan ringan. 

Semoga kita semua dijadikan termasuk dari ahlul qur'an yang mereka adalah manusia-manusia yang 'dimanja' oleh Allah SWT. Dan semoga ada sedikit manfaatnya untuk bekal pengetahuan kita sebagai wujud kecintaan kita terhadap Al Qur'an. Dan pada akhirnya kelak, Al Qur'an akan menjadi penolong dan pemberi syafaat kita, amin yaa robbal 'alamin.

Mohon koreksi bila ada kesalahan dan kekurangan.Wassalam

Selasa, 26 Januari 2016

Mengkritisi Bacaan "NAQL" Pada Potongan Ayat " Bi'Salismul Fusuuq "

Allah Swt dalam surat Al hujurat ayat 11 berfirman  :

ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻻ ﻳَﺴْﺨَﺮْ ﻗَﻮﻡٌ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻡٍ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻭَﻻ
ﻧِﺴَﺎﺀٌ ﻣِﻦْ ﻧِﺴَﺎﺀٍ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻦَّ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِﻨْﻬُﻦَّ ﻭَﻻ ﺗَﻠْﻤِﺰُﻭﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻭَﻻ ﺗَﻨَﺎﺑَﺰُﻭﺍ
ﺑِﺎﻷﻟْﻘَﺎﺏِ ﺑِﺌْﺲَ ﺍﻻﺳْﻢُ ﺍﻟْﻔُﺴُﻮﻕُ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻹﻳﻤَﺎﻥِ ﻭَﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺘُﺐْ ﻓَﺄُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤُﻮﻥ
َ
Pada ayat tersebut terdapat satu bacaan yang menurut beberapa kitab tajwid termasuk "Ghoroib" (bacaan-bacaan aneh). Letaknya
pada potongan kalimat yang berbunyi "Bi'salismul fusuq".Tapi menurut kitab tajwid yang lain bukan termasuk darinya. Nama bacaan yang "kontroversial" dalam
penamaannya sering disebut bacaan "Naql".

Lalu apakah benar potongan ayat tersebut disebut "Naql" ? Mari kita
analisa secara ilmiyyah melalui kaedah Qiraat yang di paparkan oleh para ulama tajwid.

"Naql" secara istilah adalah memindahkan harakat ke huruf sebelumnya. Sebagai contoh dalam bacaan Imam Warsy dari Nafi' :

ﺍﻻﺭﺽ

Baca : Al ardhu dibaca alardhu.

Para ulama Qiraat telah merumuskan bacaan "Naql" ini dengan tiga syarat. Dimana jika satu dari 3 syarat ini tidak terpenuhi maka tidak sah dinamakan "Naql".

Imam Syatibi (pengarang Nadzam Syatibiyyah dalam Qiraat sab'ah) berkata dalam awal bait bab "Naql" dalam Nadzam Syatibiyyah :

. ﻭﺣﺮﻙ ﻟﻮﺭﺵ ﻛﻞ ﺳﺎﻛﻦ ﺍﺧﺮ # ﺻﺤﻴﺢ ﺑﺸﻜﻞ ﺍﻟﻬﻤﺰ ﻭﺍﺣﺬﻓﻪ ﻣﺴﻬﻼ

Beliau menjelaskan bahwa Imam Warsy dari Nafi membaca "Naql" dengan 3 syarat :

1. Terdapat sukun pada akhir kalimat dan hamzah pada kalimat berikutnya. Artinya sukun dan hamzah tidak pada 1 kalimat, harus berbeda tempat.

2. Huruf yang berharakat sukun harus huruf asli bukan huruf mad seperti pada :
 وفى انفسكم

3. Huruf yg di baca "Naql" adalah huruf hamzah (Yang dimaksud adalah hamzah Qoth atau hamzah asli bukan hamzah washal).

- Hamzah Washal adalah hamzah pada awal kata yang tidak dibaca ketika kemasukan huruf berharakat sebelumnya. Contoh
Kata : Imroatun, ketika disisipi huruf "Wa" sebwlumnya, maka bacanya Wamroatun.

- Hamzah Qoth adalah hamzah yang tetap dibaca ketika kemasukan huruf berharakat
sebelumnya. Contoh kata : Ardhun.
Ketika disisipi huruf "Wa" sebelumnya, maka bacanya tetap Wa ardhun, bukan wardhun seperti contoh diatas.

Setelah kita mengetahui 3 syarat bacaan "Naql" diatas, mari kita terapkan pada potongan kalimat pada surat Al hujurat Ayat 11 ini.
Apakah ia cocok disebut "Naql" ???

Dari ke 3 syarat tersebut ada satu syarat yang tidak terpenuhi. Syarat tersebut adalah syarat ke 3. Dalam syarat tersebut disebutkan bahwa hamzah yang dibaca "Naql" harus hamzah qoth. Sedangkan kata : Ism dalam surat Al hujurat ini adalah hamzah washal.

Untuk membuktikan bahwa hamzah disini adalah hamzah washal kita bisa mengetahuinya pada bacaan basmalah. Kita membacanya dengan : Bismillah, bukan bi ismillah.

Sehingga bisa saya tarik kesimpulan terdapat bertemunya 2 huruf yang di sukun pada kata "al ism" ini. 2 huruf yang bersukun tersebut adalah "lam" dan "siin".

Para ulama tajwid atau bahasa arab telah menetapkan sebuah kaedah : Jika 2 huruf sukun bertemu, maka huruf yang pertama dikasrah agar mudah untuk dibaca. Sebagaimana pada potongan ayat :

- بل الذين كفروا
- قل الله اعبد
- قل هو الله احد (1) الله الصمد (2)

Bacanya :
- Balil ladziina BUKAN bal al ladziina
- Qulillaaha a'bud BUKAN qul allaha a'bud.
- Qul huwallahu ahadunillaahus shamad (bacaan ketika disambung ayat pertama dan kedua) BUKAN ahadun allahus

Dalam dunia tajwed bacaan seperti ini dinamakan : At takhallus minil tiqoois saakinaini (menghindar dari 2 huruf yang disukun).

Kesimpulan

Potongan ayat pada surat Al hujurat 11 yang berbunyi " Bi'salismul fusuuqu " kurang tepat jika dinamakan bacaan "Naql", lebih tepatnya dinamakan : At Takhallus Minil Tiqoois Saakinaini.

Sebabnya adalah salah satu dari 3 syarat bacaan "Naql" tidak terpenuhi pada kata " Al ismu ", yaitu hamzah pada kata "ismu" bukan hamzah Qath, akan tetapi hamzah washal.

Sebagai cataan akhir bahwa menurut bacaan Hafs dari Ashim (bacaan yang kita baca sehari-hari) tidak didapati bacaan "Naql" sama sekali.

Mohon koreksi dan pembenaran para pembaca jika terdapat kesalahan dalam penguraian ini. Jazakumullahu khairon.

Wallahu a'lam.

SINIS BELAJAR BACA AL-QUR'AN

Ada sebagian manusia yang sinis dengan hamba-hamba Allah Swt yang menekuni dan mendalami bacaan Al Qur'an saja. Saya katakan 'saja' dalam arti tanpa memahami arti,  tafsir,  makna dllnya.  Muncul dibenak mereka pertanyaan-pernyataan dan ungkapan-ungkapan konyol kekanak-kanakan.  Diantaranya:

- Buat apa belajar ngaji Kalo gak tahu maknanya?
- Al Qur'an itu diturukan tujuan utamanya untuk di teladani isinya bukan untuk dibaca
- Buat apa belajar ilmu Qiraat,  sepi peminat,  karena hanya sebatas bacaan saja. Tidak terasa aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari.
- (Kadang mencela karena saking awamnya) "Ini ngaji model apa,  wad duhee sajee,  salah itu,  shalatnya gak sah"

Saya katakan bahwa orang tersebut hendaklah menjaga lisannya dan bertanya kepada ahlinya. Supaya tidak hanya komentar ngawur,  mencela dan merendahkan orang lain,  terutama Ahlul Qur'an. Hendaklah ia takut murka Allah SWT. Baginya, diam adalah emas dan hendaklah terus ia mengaji dan memperdalam agama.

Salah satu hal yang boleh jadi ia memiliki ungkapan-ungkapan diatas yaitu kurang menghayati hadis nabi Saw berikut ini. Atau pernah membaca dan lewat begitu saja tanpa di fahami sari maknanya secara mendalam:

اقرؤوا القرءان، فإنه يأتى يوم القيامة شفيعا ﻷصحابه

Artinya: "Bacaan Al Qur'an, karena ia akan menjadi penolong bagi pembaca-pembacanya". HR. Muslim

Mungkin muncul pertanyaan: "Loh,  kata 'ashab' disini kan artinya yang ahli Qur'an baik bacaannya,  tafsirnya, punya sanad,   penerapannya,  dll secara komplit? ".

Saya katakan bahwa yang tepat adalah pembacanya saja.  Alasannya karena dalam hadis disebutkan perintah membaca,  secara otomatis sebuah balasan amalan biasanya disertakan setelah ucapan perintah tersebut, supaya seseorang dapat termotivasi untuk bersegera melakukan perintah.

Kesimpulannya: Untuk mendapatkan syafaat Al Qur'an hari kiamat kelak cukup dengan membacanya saja secara rutin dan istiqamah.  Tidak perlu sampai memahami tafsirnya,  maknanya,  gramatikalnya dll. Karena masing-masing orang memiliki kemampuan dan waktu yang berbeda-beda dalam mempelajari Al Qur'an.

Nah,  Kalo membaca Al Qur'an saja balasannya syafaat,  apalagi mendalaminya secara menyeluruh dalam setiap disiplin ilmunya.  Gak syafaat aja yang didapat,  ampunan, rahmat, kasih-sayang, kebahagiaan dunia & akhirat, semuanya diberikan Allah SWT pada hamba tersebut. Demikian pemahamannya.

Semoga dengan kupasan sederhana ini tidak ada lagi yang sinis dan memandang 'sebelah mata' kepada orang-orang yang tulus ikhlas mewaqafkan hidupnya untuk mempelajari BACAAN Al Qur'an saja. Baik itu tajwidnya atau ilmu Qiraatnya.  Amiiiin. ...

Biasanya orang yang dikarunia Allah SWT giat dan rutin membaca, niscaya hatinya akan tergerak untuk mengetahui dan mempelajari apa yang dibaca. Belajar membaca Al Quran adalah sebuah kunci yang digunakan membuka pintu gudang Al Quran yang didalamnya terdapat harta-karun di dalamnya. Tidak mungkin kita masuk gudang tanpa melalui pintu tersebut sebelum membukanya.

Bila ada kurang-salahnya mohon koreksi dan penyempurnaan.

Salam cinta & damai
Mochamad Ihsan Ufiq
Doha,  31 Desember 2014

BERTAJWID VS HAFAL AL QUR'AN, MANA DULU?

"Lebih baik saya mengaji dengan bertajwid sempurna 100% tapi gak hafidz daripada hafidz namun tajwidnya acakadul-amburadul". Ungkapan ini yang saya simpulkan dari tausiyah ustadz-ustadz agama.

Alasannnya bahwa hukum mengaji bertajwid adalah fardhu ain bagi pembaca. Sedangkan hafal Al Qur'an hukumnya kesunnahan yang sangat dianjurkan melihat kemuliaannya yang sangat besar. Ada juga ulama yang mengatakan hukumnya fardhu kifayah. Namun tetap saja hukumnya tidak wajib ain atau berdosa jika ditinggalkan. Hanya sebatas merugi saja akan pahala yang melimpah.

Kesimpulannya : fardhu ain VS sunnah muakkad jiddan maka yang darurat didahulukan adalah fardhu ain.

Lumayan sering saya di minta tolong orang tua anak-anak, baik arab atau non arab, "Mas,  tolong! ada waktu buat tahfidz anak saya nggak?". Pas anaknya saya dengar ngaji tajwidnya masih belepotan tidak memenuhi standart baca.

Mau mereka, saya mentalqin baca lalu anaknya menirukan sampai hafal. Namun cara menghafal seperti ini (tanpa mengaji tajwid yang diprioritaskan) akan merugikan kedua belah fihak:

1. Gurunya capek mengulang-ulang tanpa ada hasil yang memuaskan, apalagi anaknya lemah hafalan, banyak main dan susah diatur.
2. Anak akan menjadi ketergantungan mengaji. Kalau gak ada gurunya males ngaji dan mengulang karena gak bisa baca.
3. Ngaji hanya terbatas yang sudah dihafal bareng gurunya saja. Di minta buka surat lain kelabakan gak bisa baca.
3. Kalau tajwid tidak di prioritaskan sejak dini  (ala kadarnya, banyak hafal saja) ketika dewasa akan terbiasa baca amburadul, susah memperbaikinya.

"Wah, itu keadaan diri saya sejak kecil sampai dewasa, gimana mas,  dosa dong saya meninggalkan fardhu ain?"

Jawab: tidak ada dosa jika bertaubat dan segera mencari guru ngaji sekarang juga dan terus belajar tanpa lelah (jalan saja). Yang dosa itu jika masa bodoh, "Biarin, meski gak seberapa benar tajwid saya, saya masih bisa baca lancar kok,  bahkan 1 juz bisa saya baca 15-20 menit saja".

Kecuali jika kita sudah cari guru yang bisa ngajar tajwid, namun gak nemu-nemu. Dalam keadaan ini kita dimaafkan. Tapi kalau menonjolkan rasa gengsi saja, seperti:

- Udah tua, udah beruban rambut saya, gak pantes ah kalau ngaji lagi.
- Saya profesor, doktor punya umat banyak masak harus ngaji idghom, ghunnah dll lagi ke anak ingusan lahir kemarin sore itu?
- Saya udah hafidz lancar,  sering undangan ngaji kemana-mana, masak balik tajwid lagi, malu ah. Apa kata orang?
- Atau banyak alasan lain, intinya gak sudi atau gengsi memperbaiki bacaan saja

Dalam hal ini, harapannya semoga Allah Swt membebaskan kita dari murkanya saja. Yang jelas, jangan sampai berkesimpulan demikian, "Halaaah,  intinya ngaji lancar,  tajwid gak wajib, gak perlu belajar lagi, udah bisa ngaji kok".

Mohon koreksi dan tambahan atas kekurangan dan kesalahan

Salam persaudaraan dan perdamaian
Mochamad Ihsan Ufiq​
Doha, 14 Desember 2015

BENTUK BIBIR KETIKA MEMBACA TARQIQ & TAFKHIM

Bagi saya, keindahan membaca Al Qur'an yang paling nampak adalah pada tebal-tipisnya. Sifat tebal yang biasa dikenal tafkhim, atau sifat tipis yang biasa dikenal tarqiq adalah bukti salah satu bentuk kefasihan mengucap huruf arab yang tidak dimiliki bahasa lain.

Langsung saja, sebagai pengingat dan pendasaran tentang tafkhim-tarqiq :

- Tafkhim : suara menebal, lidah terangkat ke arah atas langit-langit atas mulut. Huruf-hurufnya :  خ ص ض غ ط ق ظ, plus ر dalam keadaan berharakat dhommah & kasroh. Nama lainnya adalah sifat ISTI'LA
- Tarqiq  : suara menipis, lidah menetap dibawah tidak terangkat, Huruf-huruf nya selain diatas. Nama lainnya adalah ISTIFAL

Selama saya membaca kitab-kitab tajwid, saya belum pernah mendapati sang pengarang mengupas bagaimana bentuk bibir ketika mengucapkan huruf-huruf istifal dan isti'la'. Umumnya yang di soroti hanya terangkat dan tidak nya lisan ke arah langit-langit atas.

Namun saya berkesimpulan sementara bahwa bentuk bibir ketika mengucapkan huruf istifal harus seperti orang tersenyum melebar kanan-kiri. Adapun huruf-huruf isti'la' bentuk bibir harus menyempit/menguncup bukan monyong. Kesimpulan inilah yang saya ajukan ke guru saya dan alhamdulillah beliau membenarkannya meski tidak ada referensi baku dari kitab tajwid.

Beliau menyebut bentuk tersenyum (istifal) dengan : الإمتداد  (Al Imtidad) artinya memanjang ke arah kanan-kiri. Sedangkan yang menguncup (tafkhim) dengan : الإنكماش (Al Inkimasy) artinya menguncup.

Kedua sifat istifal (tarqiq) dan isti'la' (tafkhim) adalah sifat laazimah artinya melekat pada huruf pada setiap keadaannya, baik ketika berharakat, bersukun atau bertasydid. Oleh karenanya setiap huruf istifal, bentuk  kedua bibir harus selalu dalam keadaan IMTIDAD, sedangkan setiap huruf isti'la kedua bibir harus berbentuk INKIMASY. Jika tidak demikian, bisa terjadi perubahan suara baca, huruf bahkan perubahan makna.

Sebelum menyebutkan contoh, untuk istilah IMTIDAD  akan saya terjemahan tersenyum. Adapun INKIMASY saya terjemah dengan menguncup untuk mempermudah pemahaman.

Contoh-contoh :

1. Kalimat وتواصوا
- WATAWAA : Semuanya huruf istifal  (tarqiq), bibir harus tersenyum
- SHOU : huruf isti'la (tafkhim), bibir harus menguncup .

Jika suara SHOU bibir dalam keadaan tersenyum maka akan menjadi وتواسوا.  Silahkan dicoba!

2. Kalimat خسر : Khusr (dalam keadaan berhenti)
Pada kalimat tersebut terdapat susunan sbb:
- huruf خ : Tafkhim (INKIMASY) menguncup
- huruf س : Tarqiq  (IMTIDAD) tersenyum
- huruf ر : Tafkhim (INKIMASY) menguncup

Jika ketika mensukun س tidak tersenyum maka kalimat diatas akan menjadi : خصر

3. Kalimat محذورا
- MAH : Tarqiq, bibir tersenyum
- Dzuu : Tarqiq, untuk memulai membaca ذ harus dari senyum lalu manyun mecucu karena dhommah

Jika setelah membaca MAH dalam keadaan tersenyum lalu langsung membaca ذ tidak memulainya dengan senyum maka suara baca akan menjadi : محظورا. Silahkan dicoba pelan-pelan sambil dihayati untuk membedakannya.

4. Kalimat أضل (waqaf)
- A : Istifal, senyum
- DHOL : Isti'la, menguncup lalu dalam keadaan mensukun ل bibir harus tersenyum.

Kalau tidak dikembalikan ke tersenyum ketika mensukun ل maka suara ل akan menjadi tebal seperti ketika mengucap huruf ل pada kata الله

Diatas adalah 4 contoh yang menjelaskan pentingnya memainkan bentuk bibir (senyum-menguncup) dalam membaca Al Qur'an. Mengingat karena huruf-huruf Al Qur'an hanya terbagi menjadi 2: tebal-tipis, maka senyum-menguncup ini akan ketara terlihat. Dan masih banyak ratusan ribu contoh lain yang kita bisa ketahui lewat bimbingan para ustadz yang kompeten dalam ilmu tajwid.

Maka tidak salah jika Imam Ibn Jazari berwasiat :
وليس بينه وبين تركه     #     إلا رياضة امرئ بفكه
Arti bebasnya : Kalau mau bagus ngajinya,  harus capek latihan pada rahangnya.

Namun kalau sudah terlatih tidak perlu capek-capek lagi. Pemahaman saya, perkataan beliau "latihan dengan rahangnya" adalah isyarat bahwa membaca Al Qur'an tidak boleh kayak orang menggerutu (ngunyah makanan, jawa: nggremeng). Seseorang juga harus memainkan kedua bibirnya supaya huruf-huruf terdengar sempurna tebal-tipisnya.

Barangkali ada yang hendak mengkritik saya silahkan dengan baik.

Semoga ada sedikit manfaat

Salam perdamaian  & persaudaraan
Mochamad Ihsan Ufiq
Doha, 5 Januari 2016

QOLQOLAH YANG TIDAK DIBAHAS DI KITAB TAJWID

Hampir semua orang tahu apa itu "Qolqolah", apalagi yang belajar di pesantren Al Qur'an. Jadi, "Qolqolah" adalah sebuah pantulan yang timbul ketika membaca salah satu huruf: ق, ط, ب, ج, د yang disukun yang didahului huruf berharakat. Sebagai contoh: كسب, سبق, كبد, حجج dll.

"Qalqalah" ada 2 macam Sughro dan Kubro. Gampangnya, kalo Kubro letak huruf "Qalqalah"nya di akhir kata, sedangkan Shughro letaknya ada di tengah kata.

LALU MANA YANG TIDAK DIBAHAS DI KITAB TAJWID??

Saya akan membahas suara akhiran pada "Qolqolah" tersebut. Ada yang mengatakan bahwa "Qolqolah" ketika diucapkan memantul di akhiri huruf hamzah atau imbuhan e', ada juga yang mengatakan tidak. contoh:

- Kata قد dibaca: QODE'
- Kata وتب dibaca: WATABBE'
- Kata الحج dibaca: ALHAJJE'

Nah, point yang ingin saya bahas disini adalah bahwa semua huruf "Qalqalah" ketika diucapkan ia tidak memiliki bunyi "e'" diakhiri hamzah. Alasannya adalah jika kita membacanya demikian seakan - akan kita telah menambah satu huruf lagi ketika mengucap huruf "Qolqolah" yaitu hamzah.

- kata قد ketika kita baca QODE' maka seakan-akan ia tertulis demikian: قدء
- Kata وقب  ketika kita membacanya demikian WAQOBE' maka seakan-akan ia tertulis وقبء .
- Kata لهب ketika kita membacanya demikian LAHABE' maka seakan-akan itu tertulis demikian لهبء

BANDINGANNYA

Andaikata huruf "Qolqolah" itu dibaca diakhiri dengan hamzah atau imbuhan e' (dengan memutus nafas dan suara) maka kita tidak akan dapat membedakan mana kata yang berakhiran hamzah dan mana yang tidak. untuk membuktiknnya saya akan membawakan sepotong ayat suci Al Qur'an di surat An Naml 25 :
ان لا يخرج الخبء

Pada kata "الخبء" ketika kita waqaf sudah pasti dengan menambahkan dengan hamzah atau imbuhan e', karena memang pada asalnya terdapat hamzah, begini: AL KHOBE'. Adapun pada huruf-huruf "Qolqolah" biasa yang tidak ada hamzahnya maka tidak boleh ditambahi e' atau hamzah di akhirnya agar tidak serupa dengan contoh pada potongan ayat diatas.

JADI GIMANA DONG BACA QOLQOLAH?

Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa "Qolqolah" adalah sebuah pantulan huruf. Pada setiap "Qolqolah" tidak ada unsur hamzahnya atau e' nya. Oleh karena itu cara bacanya juga harus hilang unsur hamzah/ e' nya. contoh:

- Kata مسد dibaca: MASADE, bukan: MASADE'.
- Kata الفلق dibaca: ALFALAQE, bukan: ALFALAQE'.
- Kata الأحد dibaca: AL AHADE, bukan: AL AHADE'.

TAMBAHAN KETERANGAN

1. Semua huruf Qololah (baik didahului huruf kasroh, fathah, atau dhommah) arah pantulan hurufnya mendekati harakat fathah.

2. Cara memantulkan huruf "Qolqolah" dengan membiarkannya memantul dengan sendirinya, bukan dengan menekannya secara berlebihan, dikhawatirkn ia seperti huruf yang berhakat fathah.

Contoh: وقد dibaca WAQODE. Akhiran DE dibaca mendekati harakat fathah dengan sedikit melemahkan atau membiarkannya memantul. Bukan WAQODA, karena bacaan "Qolqolah" ini terjadi karena terlalu mengeraskan pantulan sehingga seakan-akan ia berharakat fathah.

3. Bukan berarti saya menyalahkan orang yang membaca dengan akhiran hamzah atau e', akan tetapi demikian yang saya dapatkan ketika mengaji dengan guru saya Syekh Umar Muhammad Hanafi dari Mesir Rahimahullahu wa nafa'allahu bi ilmih yang dimana beliau mempunyai rentetan sanad baca sampai Nabi SAW.

4. Penyebab saya tidak berani menyalahkan terlalu berlebihan adalah karena saya dapati juga Syekh Kurayyim Rojih Hafidzahullah (Syaikhul Qurro' bumi Syam yang sekarang mukim di Doha-Qatar) membacanya dengan mengakhiri setiap huruf "Qolqolah" dengan hamzah atau e' seperti penjelasan diatas dan saya juga belum tahu apa alasannya. Bisa jadi beliau mendapatkan bacaan demikian dari guru-guru beliau yang juga mempunyai sanad bacaan sampai Nabi SAW.

5. Bunyi pantulan huruf "Qolqolah" seperti kita mengucapkan huruf E pada kata "Emak", BUKAN huruf E pada kata "Ekor" bukan juga "TempE". Tentunya dengan syarat lebih mengarah sedikit ke fathah.

6. Bacaan "Qolqolah" diatas berlaku baik di tengah kata atau di akhir kata, bedanya suara pantulan "Qolqolah" di akhir kata lebih kuat atau yang biasa kita sebut "Qolqolah Kubro".

7. Perlu di ingat bahwa membaca Qolqolah yang bertasydid dengan cara menahan suara lebih kuat sebelum melepaskannya. Contoh: وتب dibaca WATABBE bukan WATABE

8. Untuk mendengarkan bacaan "Qalqalah" yang tepat sesuai penjelasan saya diatas silahkan mendengarkan bacaan Syekh Musa Bilal pada link berikut:

http://www.4shared.com/audio/w2F2s2RE/D_111-Musa_-_Hafs_-__Al-Masad.html

Dan untuk mendengarkan bacaan "Qolqolah" yang berbeda yang tidak sesuai dengan penjelasan saya diatas silahkan mendengarkan bacaan Syekh Kuroyyim Rojih pada link berikut:

https://ia701205.us.archive.org/23/items/kareem-saeid-rage7/111.mp3

Semoga Allah SWT menggolongkan kita sebagai "Ahlul Qur'an" yang dimana mereka adalah orang yang sangat dimanja oleh Allah SWT. Amin..

Mohon koreksi bila ada kesalahan dan kekurangan.
Semoga bermanfaat.

Mochamad Ihsan Ufiq
Doha, 16 Januari 2014

4 BASIC ISLAMIC STUDIES 4 CHILDREN

Sebagai seorang muslim yang taat, wajib hukumnya mempelajari dan mengetahui ajaran agamanya. Ilmu-ilmu islam sangatlah banyak, namun ada 4 yang paling penting untuk diajarkan kepada anak-anak. Jikalau orang tua sampai lalai tidak mengajarkannya maka mereka berdosa.

Apa 4 ilmu itu....?

Sebelum saya mulai, cukup sering saya mendapati orang tua yang ingin anaknya menjadi seorang hafidz Al Qur'an. Oleh karena itu, sejak kecil mereka hanya dididik menghafal Al Qur'an melulu, lalu mana 3 ilmu yang lain?. Perlu diketahui bahwa menghafal Al Qur'an hukumnya fardhu kifayah, sedangkan 3 ilmu sisanya bisa saya katakan fardhu 'ain.

1. PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM

Seyogyanya bagi seorang murid/anak-anak agar belajar akhlaq/sopan-santun sebelum belajar yang lain. Betapa banyaknya saya dapati seorang anak membawa Al Qur'an dijulurkan kebawah dengan tangan kiri, diletakkan di lantai, melangkahi mushaf, shalat dengan celana pendek, makan tangan kiri, tidak hormat pada orang tua/ustadz dll.

Sebelum mereka beranjak dewasa dan akan susah diperbaiki, hendaklah orang tua memperhatikannya sejak kecil. Jika sudah terlanjur dewasa, memang sedikit membutuhkan terapi dan ketegasan orang tua jika ingin kehidupan mereka kelak mulia.

2. BELAJAR AQIDAH ISLAMIYYAH

Seorang anak hendaklah ditanamkan dan dikenalkan sejak dini aqidah islamiyyah yang sesuai dengan pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah. Karena aqidah bak tiket masa depan sebelum masuk surga bagi seorang muslim.

Tidak perlu diajari aqidah-aqidah yang rumit dan njelimet yang ulama masih mempertentangkannya, cukup kita kenalkan kepada anak makna syahadat, rukun iman, rukun islam, nabi-nabi, malaikat dll. Tidak perlu anak-anak menjadi korban hasil debat kusir pemuda-pemuda yang mengaku belajar agama namun tidak tahu etika.

Saya sangat sedih, karena pernah melihat ada seorang ustadz mengajarkan murid-muridnya bahwa Allah SWT bertempat di langit, punya tangan, kaki dll. Ada baiknya hal-hal seperti di 'skip' dulu bagi mereka karena belum saatnya mereka mengetahuinya, jika toh masih maksa maka mereka akan terjerumus menyerupakan Allah SWT dengan makhluknya, wal iyadzu billah.

3. BELAJAR AL QUR'AN

Saya rasa hampir semua orang islam sadar bahwa anaknya harus belajar Al Qur'an. Yang perlu saya sikapi disini adalah sebagian orang tua terlalu  tergesa gesa dan berambisi agar anaknya segera menghafal, padal sang anak masih dalam tahap mengenal dan mempelajari cara baca huruf arab.

Step yang tepat adalah belajar cara baca yang cukup dan kalo sudah 60 - 70 % bisa dimulai dengan menghafal surat-surat pendek/juz Amma.

4. BELAJAR FIQH BERMADZHAB

3 ilmu diatas belum dikatakan cukup jika ilmu fiqh tidak juga diajarkan. Dimulai dari pengenalan wudhu, shalat, puasa, zakat, haji dll, dan yang penting didik mereka untuk menerapkannya. Begitu juga tidak perlu anak - anak menjadi korban hasil masalah khilafiyyah intelek-intelek muda akhir zaman.

Pilihlah satu madzhab fiqh yang mu'tabar (diakui ulama islam). Secara umum masyarakat Asia menganut madzhab imam As Syafii Ra, jangan disuguhi anak-anak dengan fiqih lintas madzhab. Usahakan sejak kecil sampai besar tetap berdasarkan apa yang mereka pelajari dari kecilnya, jangan berubah-ubah.

Waduuuwh, saya (orang tua) kurang kompeten dan gak ada waktu mengajari anak-anak itu semua? Gimana nih?

Gak masalah, carilah seorang ustadz yang dipercaya, minta ustadz tersebut agar mengajarkan 4 ilmu dasar diatas. Jangan sampai porsi masing-masing lebih banyak dari yang lainnya. Atau bisa juga dimulai satu persatu berdasarkan kemampuan dan potensi sang anak.

Cukup dititipkan ke ustadz???

Gak cukup, periksa dan evaluasi terus hasil yang diterima anak-anak dan bantu mereka untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena apalah arti sang anak belajar ke ustadz namun ketika sampai rumah orang tuanya lalai dan membiarkan. Sang ustadz hanyalah sutradara pembantu, dan orang tualah sutradara utamanya.

Sudahkah anak-anak kita menguasai 4 ilmu basic diatas???. Monggo bersama-sama intropeksi diri masing-masing.

Semoga bermanfaat
Wassalam

Mochamad Ihsan Ufiq
Doha, 11 April 2014

6 HUKUM TAJWID POKOK ORANG AWAM

Sebagai sesama awam yang duluan belajar Al Qur'an, saya hendak sharing pengalaman ngaji bersama. Berikut ini adalah metode mengajar & beberapa hukum tajwid penting pokok agar tahsin Al Qur'an orang awam benar-benar efektif, bermanfaat, ada perkembangan, gak asal ngaji, lupa lagi lalu akhirnya bubar.

1. GHUNNAH
Ini adalah kesalahan wajib ngaji orang awam yaitu kurang panjang pada 2 hurufnya. Solusinya adalah dengan cara mengajak mereka sedikit berteori, bukan diingatkan dengan praktik tutor saja agar tidak 'lupa lagi-lupa lagi'.

Ketika ghunnah kurang panjang, tanya peserta, "Apa itu ghunnah (seperti kuis)?". Lalu segera tulis di white board (wajib ada) bahwa ghunnah hurufnya 2, Nun (ن) dan (م) DENGAN SATU syarat yaitu tasydid. Praktikkan cara bacanya. Ketika peserta masih salah, cukup tutor bilang, "Hmmm ada apa itu?". Peserta akan mencoba berfikir, jika beberapa saat masih lupa, bikin kuis lagi tentang ghunnah.

2. MAD MUTTASHIL/MUNFASHIL & LAZIM
Tidak perlu diterangkan ini namanya muttashil/munfashil & lazim. Cukup terangkan kepada mereka, "Jika ada tanda ini "~" (gambarlah di white board) harus dipanjangkan selama 4 harakat SELAMA didepannya tidak ada huruf yang bertasydid, contoh: وَجَاءَ (tanda ~ diatas huruf ج)".

"Jika didepan tanda tersebut ada huruf bertasydid, maka dibaca 6 harakat, contoh: الحَاقَّةَ, وَلَا الضَّالِّينَ (tanda ~ ada diatas huruf ح dan ض )". Setelah itu praktikkan. Jelaskan beberapa kali, dan minta peserta menjelaskan kembali. Jika masih salah, cukup diingatkan, "Hmmmm, ada apa itu?".

3. PANJANG PENDEK MAD THOBI'I
Ini juga penyakit paling sering didapati. Cara mengatasinya: Tulis di white board huruf ا, ي, و. Untuk mushaf Indonesia biasanya dengan sukun, adapun mushaf madinah tanpa sukun. Jelaskan pada peserta, "Bila ada huruf berharakat didepannya ada salah satu 3 huruf tersebut disukun/tanpa sukun maka harus dipanjangkan 2 harakat.

Praktikkan, lalu Kembali minta mereka menjelaskan dan praktik. Jangan biarkan peserta mengangguk-angguk saja tanpa memahami rumus sederhananya.

Perlu diperhatikan: Untuk hukum tajwid berikutnya metodenya sama:
- Ditulis rumusnya di white board. Beri contoh, praktikkan lalu minta peserta menjelaskan kembali dan praktik baca.
- Jika masih salah, cukup ingatkan, "Hmmmmm, ada apa disitu?". Biarkan peserta mengingat-ingat sendiri.
- Jika masih lupa, tulis kembali di white board, ulang terus sampai mereka benar-benar menghafal.

4. IDGHOM BIGHUNNAH
نْ/tanwin (3 bentuknya ditulis di white board) + 2 huruf saja: ي dan و (Untuk huruf م dan ن tidak perlu disertakan karena masuk pembahasan ghunnah agar sederhana & ringkas). Untuk Idghom bila ghunnah tidak saya cantumkan karena ia mengikuti hukum baca tasydid yang harus sedikit ditekan pada huruf sebelumnya.

5. IQLAB
نْ/tanwin + 1 huruf, yaitu ba' (ب). Untuk ikhfa' syafawi tidak disebutkan karena praktik dan hurufnya sama. Tinggal نْ/tanwin diganti مْ.

6. IKHFA'
نْ/tanwin + 14 huruf (tidak perlu saya sebutkan). Cara mengingatkan orang awam rada susah karena harus menghafal 14 hurufnya dalam bait syi'ir. Namun solusinya cukup diingatkan satu-satu saja setiap kali bertemu pada ayat. Harus sabar dan telaten ngingetin.

Bila 6 hukum tajwid ini dikuasai dengan baik, insyallah boleh dikatakan ngaji seorang awam itu dikatakan standar dan bagus. Adapun untuk tafkhim, tarqiq, sifatul huruf, makhorijul huruf, ghoroib, huruf awal surat dll semuanya penting, cuma hendaknya tidak diberikan terlebih dahulu, boleh dikit-dikit jika dirasa sangat penting.

Ini hanya metode kompilasi diantara praktik dan teori yang sangat disederhanakan. Semuanya diringkas berdasarkan pengalaman belajar bersama dan sudah saya coba. Alhamdulillah hasilnya efektif dan banyak peningkatan. Fokus metode ini adalah hasil bacaan yang bagus dengan sedikit teori.

Satu tambahan lagi: minta para peserta untuk mencatat kesalahan yang ia lakukan pada lembar setoran ngaji. Pada pertemuan ngaji berikutnya -sebelum ngaji- minta ia agar membacanya kesalahan tersebut dan berhati-hati padanya.

Semoga ada sedikit manfaat
Mohon koreksi dan masukan tambahan.

Mochamad Ihsan Ufiq​
Doha, 20 Oktober 2014

IRAMA SENI TILAWATIL QURAN

Assalamualaikum wr wb.

Sahabat qur'ani hafidzokumullah!

Tidak asing lagi didalam dunia Qur'an dengan yang namanya "8 maqamat qur'aniyyah" atau yang biasa dikenal dengan "Nagham Qur'an". Hampir seorang qari di seluruh dunia selalu menggunakan satu dari 8 nagham tersebut. Sehebat-hebatnya ia menciptakan "nagham" atau tidak ia tetap akan mengaji memakai satu nagham dari salah satunya. Apalagi ia terbiasa mendengarkan bacaan qari-qari timur tengan, sudah barang pasti ia akan mengikut salah satu dari 8 macam nagham tersebut. 

Tidak ada hukum kesunnahan mempelajari 8 nagham lagu ini, akan tetapi dalam rangka kita menerapkan hadits Nabi Saw "Hiasilah Alqur'an dengan suaramu" maka sah-sah saja jika kita mengetahuinya dan menerapkannya pada bacaan kita sehari-hari, akan tetapi dengan satu syarat penting yaitu dengan tetap menjaga qaidah-qaidah bacaan alqur'an yang dijelaskan pada ilmu tajwid, karena membaca alquran dengan tawed adalah sebuah kewajiban bagi seorang muslim dan muslimah. Terlebih bagi seorang penghafal Alqur'an yang dimana ia adalah "ahlullah" yaitu orang yang akan selalu dalam petunjuk allah swt.

Nah, saya tidak akan berpanjang lebar, untuk mengisi wawasan Qur'ani kita, berikut ini akan saya sertakan nama-nama "8 Nagham" tersebut dengan cabang dan variasinya:

NAMA-NAMA NAGHAM/ IRAMA SENI TILAWATIL QUR`AN

Naghamat dalam seni baca Al-Qur`an dibagi menjadi dua bagian :


1. NAGHAM Pokok

Nagham pokok seluruhnya ada 8 (delapan) :

1. Bayyati (Husaini) 5. Sika

2. Shoba (Maya) 6. Rasta alan nawa

3. Hijazi (Hijaz) 7. Jiharka

4. Nahawand (Iraqi) 8. Banjaka (Rakbi)


2.Nagham Selingan

Nama nagham selingan/ cabang, dan juga termasuk nama fariasi adalah :

1.Syuri 10.Murokkab

2.Ajami (Al-Ajam) 11. Misri

3.Mahur (Muhur) 12.Turki 

4.Bastanjar 13.Romi

5.Kard 14.Uraq

6.Kard-Kard 15.Usyaq 

7.Naqrisy 16.Zanjiran (Zinjiron)

8.Kurd 17.Syabir alarros

9.Noqrosy 18.Kurdi


Adapun tingkat-tingkat suara pada setiap nagham adalah :

1.Qoror (dasar/renda)

2.Jawab (nawa) (menengah)

3.Jawabul Jawab (tinggi)

SUSUNAN NAGHAM TILAWATIL QUR`AN BESERTA CABANG-CABANGNYA

1. BAYYATI (HUSAINI)

Fungsi bacaan syair—syair ini sangat erat kaitannya dengan susunan lagu tilawatil Qur`an, disamping itu juga berguna untuk lebih mempermudah dalam penguasaan lagu-lagu tersebut, dan juga untuk selingan dalam pengajaran tilawatil Qur`an agar terkesan lebih berfariasi dan supaya tidak cepat jemu.

2. SHOBA (MAYA)

Lagu Shoba terdiri dari 5 bentuk dengan 3 fariasi yaitu ajami, mahur, dan Bastanjar, sedangkan untuk tingkatan suaranya ada 2 yaitu : jawab dan Jawabul Jawab.

3. HIJAZI (HIJAZ)

Lagu hijazi atau hija terdiri dari 7 bentuk adan 4 fariasi yaitu, Kard, Kard-Kurd- Naqrisy dan Kurd, sedangkan bentuk tingkatan suara ada tiga : Jawab, Jawabul Jawab dan Qoror.

4. NAHAWAND (IROQI)

Lagu Nahawand terdiri dari 5 bentuk dan dua fariasi/ selingan, yaitu: Nuqrosy dan Murokkab. Ciri-ciri fariasi Nuqrosy adalah bernada rendah (turun) sendangkan fariasi Murokkab bernada tinggi (naik). Adapun tingkat suaranya ada 2 yaitu: Jawab dan Jawabul Jawab.

5. LAGU SIKA

Lagu Sika terdiri dari 6 bentuk dan 4 fariasi/selingan, yaitu: Misri, Turki, Roml dan Uroq. Sedangkan tingkat suaranya ada 3, Qoror, Jawab dan Jawabul Jawab.

6. LAGU ROST DAN ROSTA ALAN NAWA

Lagu Rost dan Rosta alan nawa pada bagian ini selalu berhubungan satu sama lainnya, artinya: kalau memulai dengan lagu rost maka mesti dilanjutkan (disambung) dengan Rosta Alan Nawa. Jadi lagu Rost dibagian ini hanya sebagai pembuka saja. Adapun lagu Rost dan Rosta alan nawa terdiri dari 7 bentuk dan 3 fariasi yaitu : Usyaq, Zanjiron, dan Syabir Alarros. Sedangkan tingkat suaranya ada 2 : Jawab dan Jawabul Jawab.

7. JIHARKA

Lagu Jiharka terdiri dari 4 bantuk dan 1 fariasi yaitu Kurdi. Sedangkan tingkatan suara ada 2 tingkatan suara yaitu Jawab dan Jawabul Jawab.

8. BANJAKA

Lagu Banjaka/ Rakbi hanya khusus untuk lagu-lagu dalam bacaan tartilul Qur`an dan lagu-lagu nyanyian (Qosidah) saja, dan jarang sekali bahkan hampir tidak pernah sama sekali diterapkan (dipakai) dalam bacaan tilawatil Qur`an. Kemungkinan besar karena lagu tersebut kurang begitu cocok bila dimasukan atau dipraktekan

9. BAYYATI (PENUTUP)

Setiap bentuk susunan Lagu Tilawatil Qur`an terutama yang bersifat formal. Selalu diakhiri dengan Lagu Bayyati penutup. Lagu Bayyati penutup terdiri dari 2 bantuk dan 2 tingkatan suara yaitu Jawab dan Jawabul Jawab.

Semoga bermanfaat.

2 BENTUK TULISAN "SYUROKA" DALAM AL QUR'AN

Apakah teman-teman pernah terlintas dalam benak, "Apa sih bedanya شركاء dengan شركاؤا pada banyak ayat? Sekaligus menjawab pertanyaan, "1 kata dalam Al Qur'an yang dibaca 12 kali ketika berhenti?"

- Contoh شركاؤا (wawu sbg tempat hamzah plus alif) pada surat Al An'am 94:
وَلَقَدْ جِئْتُمُونَا فُرَادَى كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَتَرَكْتُم مَّا خَوَّلْنَاكُمْ وَرَاء ظُهُورِكُمْ وَمَا نَرَى مَعَكُمْ شُفَعَاءكُمُ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَاؤُا
- Contoh شركاء (tanpa wadah & alif) pada surat Al An'am 139:
وَقَالُواْ مَا فِي بُطُونِ هَذِهِ الأَنْعَامِ خَالِصَةٌ لِّذُكُورِنَا وَمُحَرَّمٌ عَلَى أَزْوَاجِنَا وَإِن يَكُن مَّيْتَةً فَهُمْ فِيهِ شُرَكَاء

Menurut bacaan yang setiap hari kita gunakan yaitu riwayat Hafs 'an 'Ashim tidak ada bedanya sama sekali. Baik ketika membacanya washal (sambung) maupun waqaf (berhenti), semuanya dibaca huruf hamzah biasa. Pertanyaannya: Lalu kenapa kok sampai berbeda penulisannya begitu?

Sahabat Zaid bin Tsabit Ra pernah berkata:

فوالله لو كلفوني نقل جبل من الجبال ما كان أثقل عليَّ مما أمرني به من جمع القرآن
Artinya: "Demi Allah, Andai kalian menugaskanku memindahkan sebuah gunung daripada gunung-gunung tidaklah lebih berat daripada apa yang kalian perintahkan kepadaku yaitu mengumpulkan Al Qur'an".

Menurut ulama Al Qur'an cara penulisan Al Qur'an ada 2 pendapat:
1. Tauqiifi: berdasarkan perintah nabi Saw
2. Taufiqi: berdasarkan hasil ijtihad sahabat didalam mengumpulkan qiraat yang terpisah-pisah dalam satu kitab

Meskipun para ulama mengokohkan pendapat yang pertama, namun pendapat kedua juga kuat berdasarkan dalil-dalil. Dari pendapat kedua ini kita mengetahui maksud statement sahabat zaid Ra diatas, betapa beratnya menyusun sebuah mushaf 30 juz yang tertulis terpisah-pisah pada pelepah kurma, bebatuan, kulit hewan dll. Sekaligus merangkum bacaan-bacaan yang super 'njelimet' pada sebuah kitab komplit yang mengandung beragam bacaan.

Menurut bacaan imam Hamzah dengan 2 rawinya: Khalaf & Khallad (salah satu Imam Qiroat Sab'ah), ternyata cara membaca شركاؤا  dengan  شركاء memiliki cara baca yang berbeda jauh ketika waqaf saja. Boleh percaya boleh tidak, bahwa cara membaca شركاؤا ada 12 macam, sedangkan شركاء hanya 5 macam. Pye kuwi?

Pertama: kata شركاؤا   ada 12 cara baca perinciannya:
1. Syuroka a (2 harakat, hamzah diatas waunya hilang/mahdzuf)
2. Syuroka a a a (4 harakat, hamzah diatas waunya hilang/mahdzuf)
3. Syuroka a a a a a (6 harakat, hamzah diatas waunya hilang/mahdzuf)
4. Syuroka a a a a a (6 harakat, hamzah berharakat dhommah ditashil dengan roum)
5. Syuroka a a a (4 harakat, hamzah berharakat dhommah ditashil dengan roum)
6. Syuroka aw (2 harakat, hamzah dirubah menjadi huruf wawu sukun)
7. Syuroka a a aw (4 harakat, hamzah dirubah menjadi huruf wawu sukun)
8. Syuroka a a a a aw (6 harakat, hamzah dirubah menjadi huruf wawu sukun)
9. Syuroka a (2 harakat, wawu berharakat dhommah di isymam)
10. Syuroka a a a (4 harakat, wawu berharakat dhommah di isymam)
11. Syuroka a a a a a (6 harakat, wawu berharakat dhommah di isymam)
12. Syuroka a (2 harakat, wawu berharakat dhommah di baca roum)

Adapun yang kedua: kata شركاء (hamzah tanpa wadah & alif) hanya ada 5 cara baca. Perinciannya bisa dilihat pada point 1 - 5 saja.

Bagaimana teman-teman! Sekarang sudah tahu kan apa sebabnya kok berbeda cara penulisannya?, padahal cara bacanya sama menurut bacaan kita sehari-hari. Sekali lagi jawaban ringkasannya ada 2:
1. Bahwa Al Qur'an yang dihadapan kita saat ini cara penulisannya mengandung ilmu qiraat yang berbeda cara bacanya menurut imam/riwayat lain
2. Lebih spesifik lagi, bahwa cara membaca شركاؤا  dengan شركاء berbeda jauh dalam bacaan imam Hamzah dengan 2 rawinya (Qiro'ah Sab'ah).

Ini hanya satu dari sekian ratus bahkan ribuan perbedaan cara tulis dan baca dalam Al Qur'an. Bagaimana? Apakah ada minat menyelam dalam "samudra tak bertepi" ini? Masih PD bilang saya paling faham dan pakar Al Qur'an, padahal ilmunya tidak lebih dari beberapa persen dari 'setetes air samudra' ini?.

Keterangan diatas sempat membuat saya sedikit 'shock' dan geleng-geleng, "Masa' 1 kata aja bisa dibaca sebanyak 12 kali?". Tapi yaa gimana lagi, memang begitu adanya diriwayatkan dan diajarkan dari baginda nabi Saw. Kita sebagai umat beliau Saw hanya beriman dan "Sami'na Wa Atho'na".

Benar, bahwa ada kemungkinan besar beliau tidak mengajarkan ke 12 cara tersebut ke para sahabat. Yang perlu digarisbawahi bahwa beliau cuma mengajarkan ushul (pondasi awal cara baca) yang akhirnya oleh para ulama ditemukan 12 cara tersebut.

Keterangan diatas bukan atas kehebatan saya dalam ilmu Qiraat (PD amaaat), melainkan keterangan dari teman asal Maroko yang mengaji ilmu Qiroat pada seorang Syekh dari Mesir. Setelah saya pastikan di kitab Qiraat ternyata valid dan benar apa adanya.

Semoga dapat menambah wawasan Qur'ani kita.
Mohon masukan dan koreksinya bila ada kesalahan atau khilaf

Mochamad Ihsan Ufiq​
Doha, 28 Oktober 2014

Nb:
- Tashil: membaca hamzah diantara fathah & alif
- Roum: membaca 1/3 dari harakat asli
- Isymam: Mengisyaratkan harakat dhommah tanpa suara

KECERDASAN SAHABAT MENULIS KATA MI'AH ( مائة )

Sejak kecil saya sangat penasaran, "Kenapa kok kata مائة tulisannya ada alifnya padahal ia tidak dibaca?". Alhamdlillah, akhir-akhir ini saya mulai faham kenapa kok ditulis demikian dalam Al Qur'an. Bahkan darisini saya mengagumi kecerdasan dan kehebatan para sahabat para pemulis Al Qur'an Ra di dalam mengumpulkan bacaan yang berbeda-beda dalam satu kata sebagia isyarat.

Sebelum saya paparkan, saya ingin membuat 2 kesimpulan dulu sebagaimana pada tulisan sebelumnya:
1. Alif pada kata مائة ada kaitannya dengan perubahan baca dalam ilmu qiroat
2. Ada 2 pendapat yang mengatakan, bahwa penulisan Al Qur'an tauqifi (perintah nabi) dan taufiqi (ijtihad)

Tapi kali ini saya tidak akan terlalu fokus pada 2 hal tersebut karena pada tulisan yang lalu pernah saya bahas. Saya ingin lebih fokus kenapa kok pake alif? Kok bukan Ya' saja mengikut harakat kasroh pada mim sebelumnya?

Dalam ilmu tajwid kita mengenal kaedah mad thobii berikut:
- Jika sebuah huruf berharakat dhommah maka huruf madnya adalah wau.
- Jika sebuah huruf berharakat fathah maka huruf madnya adalah alif
- Jika sebuah huruf berharajat kasroh maka huruf madnya adalah ya'
Contoh dari ketiga qaedah diatas bisa didapati pada kalimat Al Qur'an: نُوْحِيْهَا

Ok, saya mulai...

1. Kenapa kok harus ada alif padahal ia tak dibaca?
Sekali lagi, bahwa Ini berkaitan dengan ilmu Qiraat. Imam abu Ja'far membaca kata مائة (baca: mi ah) dengan (miyah), hamzah dirubah ya' total. Sedangkan Imam Hamzah membacanya juga sama (miyah) namun ketika waqaf saja.

2. Kenapa kok gak ditulis مِيَةْ saja langsung biar bisa dibaca?
Iya, karena dalam kata ini ada perbedaan baca. Imam Ashim (bacaan kita sehari-hari) membacanya: Mi ah. Untuk menggabungkan 2 cara baca antara "Mi ah & Miyah" inilah maka para sahabat kala itu dengan kecerdasannya merumuskan,  "Bagaimana caranya 1 kata dapat memberi pengertian ada 2 bacaan?".

Andai para sahabat menulis demikian مئة atau demikian مية niscaya akan difahami bahwa Al Qur'an turun hanya dalam satu bahasa saja.

3. Lah, kok huruf yang dijadikan pembeda bacaan ا (alif) bukan و (wau) atau ي (ya') saja?
Memakai alif karena huruf setelah alif adalah hamzah yang berharakat fathah ( مائَة ). Karena fathah identik dengan alif sebagamana qaidah mad diatas, maka aliflah yang menjadi pilihan sahabat Ra.

Andai kata yang digunakan adalah ya' demikian ميئة maka akan terjadi perubahan bacaan yaitu mad wajib 4 harakat, sebagaimana pada kata سِيْءَ (si i i i a) karena syarat terjadinya mad 4 harakat adalah huruf mad ( ا و ي ) bertemu dengan hamzah setelahnya. Namun para sahabat tidak memakainya karena bacaan yang ditalaqqikan dan diajarkan nabi Saw berbunyi "Mi ah" dan "Miyah" tanpa memanjangkannya.

Adapun kenapa kok bukan wau (و), maka jawabannya sangat jelas, karena wau tidak ada keidentikan sama sekali dengan huruf sebelum atau sesudahnya. Sebagaimana qaidah mad diatas, wau hanya identik dengan dhommah, sedangkan dalam kata مائة tidak ada satupun huruf yang di dhommah.

4. Kok para sahabat lebih mengedepankan penulisan yang menggunakan hamzah مائة daripada yang ya' مية ?
Iya, sebagaimana perintah Khalifah Ustman Bin Affan kepada Zaid Bin Tsabit:

وقد ثبت في الصحيح عن عثمان أنه قال للرهط القرشيين الذين كتبوا المصحف هم وزيد : إذا اختلفتم في شيء فاكتبوه بلغة قريش

Artinya: "Jika kalian mendapati perbedaan dalam sesuatu (cara penulisan Al Qur'an) maka tulislah dengan bahasa Quroys.

Nabi Saw adalah orang Quroys, beliau mengucapkan مائة dengan jelas "Mi ah" bukan "Miyah". Oleh karena sebab perintah ini hamzah tersebut di proiritaskan dan tetap diadakan dalam tulisan مائة . Adapun ya' tidak disertakan, cukup huruf alif menjadi tanda perbedaanya sebagaimana di paparkan diatas.

Mohon koreksi dan tambahan
Wallahu A'lam

Salam Hormat & cinta
Mochamad Ihsan Ufiq​
Doha, 7 November 2014

BINGUNG MEMULAI "KELUARGA QUR'ANI"?

Selama ini sering saya jumpai ceramah agama dengan judul "Membina Keluarga Yang Qur'ani" dan judul yang semisalnya. Dilihat dari judulnya saja memang keren sih, apalagi isinya, cuplikan ayat dan hadits tak akan dilupakan sang ustadz ketika berceramah. Biasanya materi-materi ceramah seperti ini sering kita dapati ketika acara walimatul urs.

Pertanyaannya: Semudah itukah pasangan pengantin menerapkan dan memulainya?

Benar sekali ungkapan, "Mengarungi kehidupan ini tidak semudah kata mutiara pak Mario Teguh". Selalu ada saja permasalahan tak pernah berhenti. Satu pergi datang lagi masalah yag lain. Namun semuanya akan bisa dihadapi bila keluarga yang dibina adalah keluarga yang qur'ani.

Gimana memulai supaya keluarga saya qur'ani?

Saya mau cerita dulu deh. Saya adalah orang yang tidak suka dengan musik. Sejak kecil saya hanya di doktrin dengerin Al Qur'an dan nasyid religius sampai di pesantren. 7 tahunan lalu saya sempat megikuti kursus belajar bahasa inggris di kampung Inggris Pare Kediri persis setelah keluar dari pesantren. Tentunya hidup dengan teman-teman beraneka ragam dengan sifat dan hobby yang berbeda 360 derajat dengan kehidupan saya.

Setiap hari saya dipaksa mendengarkan suguhan irama musik rock Amerika yang membuat telinga saya kepanasan, bak setan dibacakan ayat kursi (hehehe). Apalagi waktu itu tutor bahasa inggris mengajurkan supaya memperbanyak mendengarkan lagu Inggris. Beuuuh, tambah ngelu sirahku...

Setiap hari, di setiap kamar, dimanapun saya berada selalu ada saja yag nyetel lagu Inggris. Sampai suatu saat, dari ketidaksukaan tadi malah membuat saya hafal beberapa lagu rock Amerika. Diantaranya: Boulevard of Broken Dream (Green Day), Iam Just a Kid, Welcome To My Live (Simple Plan), Bring Me To Live (Evanescence). Sampai saat inipun bila denger lagu-lagu diatas saya masih bisa mengikuti dan masih hafal lyriknya, padal tidak pernah mendengar lagi sejak bertahun-tahun.

Darisini kita belajar, sebagaian dari kita mungkin merasa asing atau kurang terbiasa mendengarkan bacaan Al Qur'an di kehidupan keluarga kita. Namun kuncinya paksa-paksa dan paksa, karena hanya inilah salah satunya kunci pembuka yang paling efektif untuk memulai program keluarga yang Qur'ani.

Biarkan telinga anak-anak kita terbiasa mendengarkan ayat-ayat Al Quran. Penuhi setiap sudut rumah dengan suara bacaan Al Qur 'an. Pilih salah satu qori' yang cocok di telinga anda, recomended: Masyari Bin Rashid Al Affasi :) :) :). Ulangi terus-menerus (misalnya) juz 30 supaya anak-anak memulai menghafal dengan sendirinya. Begitu juga metode ini sangat efektif untuk menghafal anak bahkan dewasa, terutama yang masih susah dan belum bisa mengaji.

Sebuah syiir yang indah:

تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا  #  إِنَّ السَّفِيْنَةَ لَا تَجْرِيْ عَلَى اليَبَسِ
“Engkau mengharap keberhasilan tetapi engkau tidak jalani jalan menuju keberhasilan itu. Sesungguhnya kapal laut tidak mungkin berjalan di atas tanah kering.”

Masalahnya adalah mau nggak kita memulai?? Tentunya sangat berat dan penuh pengorbanan dan paksaan. Tapi demi Allah, solusi ini demi masa depan keluarga kita terutama anak-anak. Jangan biarkan nasehat para ustadz hanya sekedar menjadi angin lewat saja yang menjadi nasehat formalitas di setiap acara walimah urs kita.

Tidak ada jalan keselamatan lagi di zaman yag sudah rusak ini melainkan jalan Al Quran dan keluarga yang Qurani. Wahai bapak - ibu ! mari kita merenungi pesan ini sejenak....!!

Mohon masukan dan koreksi. Mohon tidak membully saya karena telah bercerita sedikit tentang musik. Ambil bila ada baiknya, maafkan bila ada kekurangan saya

Salam hormat & cinta
Mochamad Ihsan Ufiq
Doha, 12 Maret 2015

GARA-GARA "THOOSIIN-TILKA" SAYA GAK BISA TIDUR

Tadi ketika mengaji habis isya' saya menemukan pembahasan tajwid yang membuat saya stress mikir penasaran. Pembahasan tersebut mengenai menyambung bacaan surat An Naml 1-2. Dari sejak selesai ngaji sampai sekarang (pukul 1.08 AM) belum bisa tidur, pusing bongkar-bongkar kitab tajwed yang ada. Nah, sebagai bentuk pelampiasannya (biar bisa bobo nyenyak hehe) saya akan menuliskannya disini.

Tapi sebelumnya mohon maaf bila membaca tulisan ini bisa-bisa anda malah ikutan pusing dan stress hehehhe. Itung-itung gantianlah, saya sudah duluan stress mikirin....qiqiiqiqi

Dari sekian banyak huruf-huruf mutaqaribain (huruf-huruf yang makhrajnya berdekatan) menurut riwayat hafs 'an ashim, ada tiga tempat yang menjadi perhatian saya pada majlis pengajian tadi. Perinciannya sebagai berikut:

1. QS. Yasin 1-2: يس * والقرءان الحكيم
2. QS. Nun 1-2: ن * والقلم وما يسطرون
3. QS. An Naml 1-2: طس * تلك ايت القرءان وكتاب مبين

Dari ketika ayat ini biasa kita membacanya waqaf pada awalan huruf pembuka sehingga gak muncul banyak masalah. Sudah kita ketahui bahwa kita harus membacanya dengan idzhar (secara jelas) ketika waqaf pada huruf tersebut, demikian:

1. Yaa siiiiiiN. (waqaf) Wal Qur'ani....dst
2. NuuuuuuN. (waqaf) Wal Qolami....dst
3. Thoo SiiiiiN. (waqaf) Tilka...dst

Masalahnya menjadi ruwet ketika kita mewashalkan (menyambungkan) dari yang pertama ke yang kedua. Dari ketiga ayat diatas terjadi perbedaan cara baca menurut riwayat imam Ashim riwayat Hafs (bacaan yang kita baca). Padahal penyebabnya sama yaitu Mutaqaribain, karena:

1. يس * والقرءان الحكيم : YasiiiN (ini Nun mati, bertemu Wau pada) Wal quraani. MAKA hukumnya adalah Idghom Bighunnah
2. ن * والقلم وما يسطرون :  NuuuuuN (ini Nun mati, bertemu Wau pada) Wal qolami. MAKA hukumnya Idghom Bighunnah
3. طس * تلك ايت:  Thoo SiiiiiiN (ini Nun mati, bertemu huruf Ta' pada) Tilka. MAKA hukumnya adalah Ikhfa'

Kesimpulan bacaan Imam Hafs 'An Ashim pada ketiga ayat diatas adalah::

1. Nun sukun pada kata "YasiN" DIBACA IDZHAR: YaasiiiiiiN Wal Qurani... (ketika washal)
2. Nun sukun pada kata "Nuun" DIBACA IDZHAR: Nuuuuuun Wal Qalami... (ketika washal).

Dari kedua contoh diatas dapat disimpulkan perbedaan nama bacaan KETIKA WASHAL (menyambung bacaan ayat 1-2) sbb:

1. Huruf Sin pada kata: يس  adalah Mad Lazim Kilmi MUTSAQQAL KARENA statusnya bertasydid (diidghomkan) pada huruf wau والقرءان setelahnya. Adapun bila berhenti pada huruf tersebut maka ia akan berubah nama asal, yaitu Mad Lazim Kilmi Mukhaffaf KARENA unsur tasydid pada wa والقرءان hilang karena berhenti pada huruf س yang dibaca idzhar/jelas.

2. Begitu juga huruf Nuun pada surat Al Qalam, kronologinya sama dengan point pertama. Perubahan nama MUTSAQQAL dikarenakan idghom ketika washal yang mengakibatkan munculnya tasydid pada huruf و setelahnya, adapun ketika waqaf maka MUKHAFFAF karena idzhar. Tinggal dikiaskan saja.

Yang membuat saya pusing yang ini nih:

3. Seharusnya, jika mengikut kaedah diatas, proses ikhfa' pada QS. An Naml 1-2 ketika washal harusnya tidak terjadi. Karena Al Qur'an itu bacaannya harus mengikuti riwayat dan Talaqqi (ngaji ke guru) maka khusus di tempat ini saja harus dibaca ikhfa' ketika WASHAL, begini:

"Thoo Siiiiii (mulai ikhfa' 2 harakat) ee tilka dst......"

Yang membuat aneh lagi, huruf siin pada kata طس  ini bukan lagi dinamakan MAD LAZIM HARFI MUTSAQQAL atau MUKHOFFAF lagi, tapi MAD LAZIM HARFI SYIBHU (mirip) MUTSAQQAL. Lah kenapa kok ada SYIBHU-nya??

Jawabannya adalah: karena definisi ikhfa' adalah membaca diantara Idzhar (jelas) dan idghom (memasukkan). Sedangkan MUKHOFFAF itu sebabnya adalah idzhar. adapun MUTSAQQAL itu sebabnya idghom yang mengharuskan tasydid pada huruf setelahnya, makanya disebut MAD LAZIM HARFI SYIBHU MUTSAQQAL.

KESIMPULAN AKHIR:

1. QS. Yasin 1-2: يس * والقرءان الحكيم: Dibaca Idzhar KETIKA WASHAL
2. QS. Nun 1-2: ن * والقلم وما يسطرون: Dibaca Idzhar KETIKA WASHAL
3. QS. An Naml 1-2: طس * تلك ايت القرءان وكتاب مبين: Dibaca Ikhfa' KETIKA WASHAL

Alhamdulillah, pening dikepala sudah terjawab dan tersalurkan. Saatnya saya istirahat, waktu sudah menunjukkan pukul 2.08 AM. Nulis 1 jaman gak terasa...

Jangan lupa koreksinya yoo kalo ada yang salah.....
Salam cinta & hormat
Mochamad Ihsan Ufiq​
Doha, 9 April 2015

CARA WASHAL QS. ALI IMRAN 1-2

Saya hanya mau nyambung lidah dan share ILMU YANG PALING SEPI DEBAT dan PALING ADEM AYEM tidak menimbulkan kontroversi yang selalu menemui jalan buntu. Semua kelompok, organisasi, partai, hizb, firqoh atau orang yang mengaku islam harus sepakat tentangnya (maksa banget...hehehe).

Langsung aja, Membaca Al Quran memiliki tata cara khusus yang tidak bisa dikarang-karang sendiri. Semuanya berasal dari Nabi Saw,  dan inilah mu'jizat Al Quran berbahasa arab yang tidak dimiliki kitab suci lain.

Salah satu keunikan tersebut terletak di awal QS. Ali Imran 1-2. Sebenarnya keterangan ini sudah pernah saya tulis dulu,  tapi gak ada salahnya diulang lagi, lawong ilmu itu mengulang.

Barang siapa yang gak mau mengulang ilmu maka ia tidak berilmu. Yang ia dapat hanya keraguan dan ketidakjelasan yang berasal dari akal logikanya saja berdasarkan sedikit ilmu yang belum ia tekuni.  Akhirnya rawan salah dan dikuasai hawa nafsu belaka. The point is:

Kenapa kok di QS. Ali Imran 1 ketika disambung dengan ayat 2 bunyinya fathah, demikian ayatnya:

الم * الله لا إله إلا هو

Bacanya begini kalo WASHAL (disambung ayat 1 ke 2):

1. Alif laaaaaam MiiiiiimAllahu: Masing-masing lam dan mim dibaca 6 harakat. Atau bisa:
2. Alif laaaaam MiimAllahu: Mim dibaca 2 harakat saja.

Silahkan diperhatikan pada huruf A yang saya cetak kapital (ini yang saya maksud fathah). Pertanyaannya kenapa ketika disambung kok bunyinya gak:

1. MiimUlloohu : dengan men-dhommah huruf mim pada الم? Atau:
2. MiimIllahu : dengan mengkasroh huruf min pada الم

Jawabannya:

1. Tidak bisa di dhommah, supaya kata الم الله tidak disangka sama dengan kata ذلكم الله yang mim disini adalah mim jama'. Keduanya memiliki cara baca yang sama bila mimnya di dhommah, makanya pada الم الله tidak di dhommah mimnya.

2. Tidak bisa di kasroh, demi menjaga suara tafkhim (tebal) pada lafadz Allah yang terletak di awalan surat. Bisa saja sih bila nekat mengkasroh dan menipiskan lafadz Allah jadi begini "Miimillahu" namun bacaan ini tidak sesuai riwayat jadinya. (ngarang qur'an sendiri aja mas..hehehe)

Cukup gini aja gak banyak-banyak, biar salahnya gak semakin banyak.
Mohon koreksinya yaaa...

Salam hormat & cinta
Mochamad Ihsan Ufiq​
Doha, 19 April 2015