Senin, 29 Februari 2016

SYARAT BELAJAR ILMU QIRAAT

Ilmu Qira'at adalah perbedaan tata cara membaca Al Qur'an yang diajarkan malaikat Jibril As kepada baginda nabi Muhammad Saw. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan pengucapan kata, dialeg, cara pengungkapan kosa kata bangsa arab di zaman beliau Saw sesuai suku dan kabilah masing-masing.

Mungkin teman-teman sebagaian ada yang sudah bisa mengikuti dan ada juga yang belum dengan paparan penulis dibawah ini. Tapi setidaknya penulis sudah berusaha memperkenalkan salah satu produk ajaran baginda Rasulullah SAW dalam Al Qur'an yang tidak ada satupun kelompok keagamaan yang menentangnya. Begitu juga, 'amaliyyah ibadah kita sehari-hari adalah salah satu produk yang dihasilkan para ulama dari ilmu Qira'at ini. Jadi, silahkan diikuti dan dibaca dengan baik. 

Langsung saja, berikut ini adalah step-step yang harus kita kuasai secara matang sebelum terjun mempelajari ilmu Qira'at, baik Qira'at Sab'ah (tujuh) atau Qira'at 'Asyroh (sepuluh):

MENGUASAI BAHASA ARAB

Bahasa arab sangat diperlukan sebagai pengantar memahami kitab-kitab atau literatur ilmu Qira'at yang ada. Sampai saat ini, penulis belum menemukan buku berbahasa Indonesia yang mengajarkan ilmu Qira'at secara detail dan lengkap. Hanya beberapa saja, itupun cuma pengenalan pokok-pokok & dasar-dasarnya saja.

HAFAL AL QUR'AN 30 JUZ

Tidak mungkin bagi seseorang yang belum hafal 30 juz untuk mempelajari ilmu Qira'at, karena ia akan merasa kebingunan dengan potongan-potongan suku kata Al Qur'an yang dijelaskan dalam panduan bait-bait syair. Tidak harus lancar 100 %, namun setidaknya ia sudah hafal dan mengenal letak-letak potongan ayat 70 % keatas.

FASIH & BERTAJWID MEMBACA AL QUR'AN

Seseorang yang mengaji Al Qur'annya belum memenuhi kriteria standar baca bertajwid (diutamakan yang sudah mendapatkan sanad Hafs 'an 'Ashim) ia akan semakin kacau dan rusak mengajinya. Hal ini disebabkan perbedaan yang sangat super sensitif pada suara bacaan yang ada. Sebagai contoh: untuk membedakan bacaan Fathah & Taqlil atau Imalah & Kasroh, seseorang harus benar-benar telah memantapkan bacaannya supaya tidak tertukar. Belum lagi nanti ada istilah Ikhtilas, yaitu membeca sepertiga harakat.

HAFAL BAIT AS SYATIBIYYAH ATAU AT THOYYIBAH

Kedua rangkaian bait tersebut adalah tuntunan yang menjelaskan perbedaan tata cara membaca pada setiap kata dalam sebuah ayat. Diawali dengan kaedah ushul yang dapat dikiaskan pada setiap tempat. Kemudian ada juga kaedah farsy yang berisi perbedaan yang hanya dijumpai pada satu tempat atau beberapa saja dalam Al Qur'an.

Menghafal rangkaian bait ini bersifat wajib, tidak bisa tidak. Karena keduanya ibarat sebuah perahu & dayung yang digunakan berlayar oleh seseorang yang akan mengarungi samudra luas ilmu Qira'at. 

As Syatibiyyah adalah kumpulan bait-bait Qira'at Sab'ah yang berjumlah 1173 baris. Sedangkan At Thoyyibah adalah kumpulan bait-bait Qira'at 'Asyroh yang berjumlah 1015 baris. Diharuskan menghafalkannya sampai benar-benar lancar 100 % sebagai dalil petunjuk penyebutan perbedaan baca, jika ingin meneruskan pada tahap setor ke seorang guru/syekh.

HAFAL RUMUS-RUMUS IMAM QIRA'AT DALAM BAIT

Pada kedua kitab diatas terdapat rumus-rumus imam-imam Qira'at beserta perawi-perawinya yang harus juga dihafal agar dapat memahami imam atau rawi mana yang sedang membaca demikian. Dengan demikian, akan mudah menuangkannya dalam bacaan setoran secara urut. Terdapat 2 macam rumusan:Rumusan tunggal untuk 1 Qori' atau 1 rawi, contoh: 
Huruf ا (Alif) : Rumus dari imam Nafi' Al Madani 
Huruf ب (Ba'): Rumus dari perawinya, yaitu Qolun 
Huruf ج (Jim): Rumus dari perawinya, yaitu Warsy

Rumus kelompok 

Rumus ini adalah rumus kalimat yang terdiri dari beberapa imam dan perawi, contoh:
Kata 'سما': Rumus dari Imam Nafi', Ibn Katsir & Abu Amr
Kata 'حصن': Rumus dari Imam Ashim, Hamzah, Al Kisa'i & Nafi'
Kata 'صحاب' : Rumus dari Imam Hamzah, Kisa'i & Hafs 

Ini hanya sebagian kecil dari contoh rumus-rumus yang penulis sertakan. Untuk lebih lengkapnya, silahkan merujuk pada kitab-kitab ilmu Qira'at yang ada.

MENGAJI SYARAH BAIT DENGAN SYEKH

Pada umumnya, bait-bait yang berisi tentang nasehat, keterangan ilmu, anjuran atau petuah sangatlah mudah untuk difahami. Namun untuk bait-bait ilmu Qira'at ini tidak semudah yang anda bayangkan. Tidak menjamin ahli baca kitab gundul, lalu faham ketika membacanya. Sebagai contoh: 

َنَعَمْ إذْ تََمَشَّتْ زَيْنَبٌ صَالَ دَلُّهَا *** سَمِيَّ جَمَالٍ وَاصِلاً مَنْ تََوَصَّلا 

Atau ingin mencoba memahami bait yang lain:

وَأَبْدَتْ سَنَا ثَغْرٍ صَفَتْ زُرْقُ ظَلْمِهِ *** جَمَعْنَ وُرُوْدًا بَارِدًا عَطِرَ الطِّلاَ

Bagaimana kawan-kawan?

MENGHAFAL NAMA IMAM & PERAWI DAN URUT-URUTANNYA

Untuk Qiraat Sab'ah, akan ada 7 nama imam/perawi yang harus dihafal. Sedangkan setiap imam memiliki 2 rawi masyhur, berarti ada 14 urutan nama yang harus dihafal dengan baik.

Untuk Qiraat 'Asyroh, hanya penambahan 3 imam beserta 2 rawinya saja, jadi ada 6 nama. Secara keseluruhan, harus menghafal 20 urutan nama. Ini jika memakai jalur Qira'at 'Asyroh Shughro (As Syatibiyyah + Ad Durroh). Jika memakai jalur Qira'at 'Asyroh Kubro (At Thoyyibah) maka rumusnya akan berbeda.

HAFAL SETIAP KATA YANG BERBEDA CARA BACA

Dalam hampir setiap ayat Al Qur'an terdapat beberapa perbedaan cara baca sebuah kata dari ke 20 imam diatas. Ada juga beberapa perbedaan terjadi hanya pada 1 kata saja. Nah, seorang 'aktifis' ilmu Qira'at yang handal harus tahu dan benar-benar hafal perbedaanya, jika ia ingin lancar perjalanan belajar Qira'atnya.

HAFAL URUTAN PERBEDAAN SETIAP KATA PADA AYAT

Pada point diatas dijelaskan bahwa perbedaan cara baca kata terjadi hampir pada setiap ayat. Jumlahnya bermacam-macam, tergantung tingkat kerumitan perbedaan pada ayat tersebut. Nah, seorang 'aktifis' ilmu Qira'at yang ideal harus mengetahui urutan perbedaan tersebut dimulai dari akhir ayat sampai awal ayat.

Dari pengetahuan 'tertib perbedaan' inilah ia dapat meramu urutan baca 20 imam Qira'at yang penulis maksud. Sebagai contoh:

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ 

Pada surat Al Baqarah 31 diatas hampir di setiap kata terdapat perbedaan tata cara baca. Jadi, sang 'aktifis' tersebut harus hafal urutannya dimulai dari akhir sampai awal ayat sbb:
كُنتُمْ : Mim Jama'
ءِ إِن : Bertemu 2 hamzah
هَٰؤُلَاءِ : Mad wajib pada "laaa'i"
هَٰؤُلَاءِ : Mad Jaiz pada "Haaa'u"
بِأَسْمَاءِ : Mad Wajib pada "Maaa'i"
بِأَسْمَاءِ : Ibdal, Tashil pada "Bi a" 
أَنبِئُونِي : Mad Badal pada "Uuuu"
أَنبِئُونِي : Naql pada "AnBuuni"
الْمَلَائِكَةِ: Tashil pada kata "i" ketika waqaf
الْمَلَائِكَةِ : Mad Wajib pada "Laai"
عَرَضَهُمْ : Mim jama'
الْأَسْمَاءَ : Mad Wajib pada "Maaaa a"
مَ الْأَسْمَاءَ : Ada Naql dan Saktah pada "Mal as"
آدَمَ : Mad Badal pada "aaa"

Dari setiap ayat memiliki urutan dan perbedaan yang sangat mencolok, sehingga sang 'aktifis' harus benar-benar hafal kaidah dan rumusan sampai ia dapat teliti dan super sensitif mengenali setiap perbedaan kata dan bacaan setiap imam dari hafalan bait-bait diatas.Pembaca yang budiman..Step-step diatas adalah modal dasar sebelum mengarungi samudra ilmu Qira'at secara menyeluruh. Namun sebelumnya, ada hal-hal yang lebih penting untuk dipertimbangkan yang berkaitan dengan urusan batin, seperti:
Apakah tujuan dan niat anda belajar ilmu Qira'at?
Apakah sudah yakin, mantab dan bertekat bulat menyelaminya?
Apakah siap bersabar dengan waktu yang cukup lama?
Apakah anda sudah siap dengan materi hafalan yang ada?

Perlu diketahu, bahwa syarat-syarat diatas diperuntukkan bagi teman-teman yang ingin belajar ilmu Qira'at secara jama'/kolektif (mengumpulkan perbedaan seluruh imam). Adapun bagi yang ingin mempelajarinya secara partial (per Imam/rawi), maka syarat-syaratnya lebih mudah dan ringan. 

Semoga kita semua dijadikan termasuk dari ahlul qur'an yang mereka adalah manusia-manusia yang 'dimanja' oleh Allah SWT. Dan semoga ada sedikit manfaatnya untuk bekal pengetahuan kita sebagai wujud kecintaan kita terhadap Al Qur'an. Dan pada akhirnya kelak, Al Qur'an akan menjadi penolong dan pemberi syafaat kita, amin yaa robbal 'alamin.

Mohon koreksi bila ada kesalahan dan kekurangan.Wassalam

Selasa, 26 Januari 2016

Mengkritisi Bacaan "NAQL" Pada Potongan Ayat " Bi'Salismul Fusuuq "

Allah Swt dalam surat Al hujurat ayat 11 berfirman  :

ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻻ ﻳَﺴْﺨَﺮْ ﻗَﻮﻡٌ ﻣِﻦْ ﻗَﻮْﻡٍ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻭَﻻ
ﻧِﺴَﺎﺀٌ ﻣِﻦْ ﻧِﺴَﺎﺀٍ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻦَّ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِﻨْﻬُﻦَّ ﻭَﻻ ﺗَﻠْﻤِﺰُﻭﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻭَﻻ ﺗَﻨَﺎﺑَﺰُﻭﺍ
ﺑِﺎﻷﻟْﻘَﺎﺏِ ﺑِﺌْﺲَ ﺍﻻﺳْﻢُ ﺍﻟْﻔُﺴُﻮﻕُ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻹﻳﻤَﺎﻥِ ﻭَﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﺘُﺐْ ﻓَﺄُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤُﻮﻥ
َ
Pada ayat tersebut terdapat satu bacaan yang menurut beberapa kitab tajwid termasuk "Ghoroib" (bacaan-bacaan aneh). Letaknya
pada potongan kalimat yang berbunyi "Bi'salismul fusuq".Tapi menurut kitab tajwid yang lain bukan termasuk darinya. Nama bacaan yang "kontroversial" dalam
penamaannya sering disebut bacaan "Naql".

Lalu apakah benar potongan ayat tersebut disebut "Naql" ? Mari kita
analisa secara ilmiyyah melalui kaedah Qiraat yang di paparkan oleh para ulama tajwid.

"Naql" secara istilah adalah memindahkan harakat ke huruf sebelumnya. Sebagai contoh dalam bacaan Imam Warsy dari Nafi' :

ﺍﻻﺭﺽ

Baca : Al ardhu dibaca alardhu.

Para ulama Qiraat telah merumuskan bacaan "Naql" ini dengan tiga syarat. Dimana jika satu dari 3 syarat ini tidak terpenuhi maka tidak sah dinamakan "Naql".

Imam Syatibi (pengarang Nadzam Syatibiyyah dalam Qiraat sab'ah) berkata dalam awal bait bab "Naql" dalam Nadzam Syatibiyyah :

. ﻭﺣﺮﻙ ﻟﻮﺭﺵ ﻛﻞ ﺳﺎﻛﻦ ﺍﺧﺮ # ﺻﺤﻴﺢ ﺑﺸﻜﻞ ﺍﻟﻬﻤﺰ ﻭﺍﺣﺬﻓﻪ ﻣﺴﻬﻼ

Beliau menjelaskan bahwa Imam Warsy dari Nafi membaca "Naql" dengan 3 syarat :

1. Terdapat sukun pada akhir kalimat dan hamzah pada kalimat berikutnya. Artinya sukun dan hamzah tidak pada 1 kalimat, harus berbeda tempat.

2. Huruf yang berharakat sukun harus huruf asli bukan huruf mad seperti pada :
 وفى انفسكم

3. Huruf yg di baca "Naql" adalah huruf hamzah (Yang dimaksud adalah hamzah Qoth atau hamzah asli bukan hamzah washal).

- Hamzah Washal adalah hamzah pada awal kata yang tidak dibaca ketika kemasukan huruf berharakat sebelumnya. Contoh
Kata : Imroatun, ketika disisipi huruf "Wa" sebwlumnya, maka bacanya Wamroatun.

- Hamzah Qoth adalah hamzah yang tetap dibaca ketika kemasukan huruf berharakat
sebelumnya. Contoh kata : Ardhun.
Ketika disisipi huruf "Wa" sebelumnya, maka bacanya tetap Wa ardhun, bukan wardhun seperti contoh diatas.

Setelah kita mengetahui 3 syarat bacaan "Naql" diatas, mari kita terapkan pada potongan kalimat pada surat Al hujurat Ayat 11 ini.
Apakah ia cocok disebut "Naql" ???

Dari ke 3 syarat tersebut ada satu syarat yang tidak terpenuhi. Syarat tersebut adalah syarat ke 3. Dalam syarat tersebut disebutkan bahwa hamzah yang dibaca "Naql" harus hamzah qoth. Sedangkan kata : Ism dalam surat Al hujurat ini adalah hamzah washal.

Untuk membuktikan bahwa hamzah disini adalah hamzah washal kita bisa mengetahuinya pada bacaan basmalah. Kita membacanya dengan : Bismillah, bukan bi ismillah.

Sehingga bisa saya tarik kesimpulan terdapat bertemunya 2 huruf yang di sukun pada kata "al ism" ini. 2 huruf yang bersukun tersebut adalah "lam" dan "siin".

Para ulama tajwid atau bahasa arab telah menetapkan sebuah kaedah : Jika 2 huruf sukun bertemu, maka huruf yang pertama dikasrah agar mudah untuk dibaca. Sebagaimana pada potongan ayat :

- بل الذين كفروا
- قل الله اعبد
- قل هو الله احد (1) الله الصمد (2)

Bacanya :
- Balil ladziina BUKAN bal al ladziina
- Qulillaaha a'bud BUKAN qul allaha a'bud.
- Qul huwallahu ahadunillaahus shamad (bacaan ketika disambung ayat pertama dan kedua) BUKAN ahadun allahus

Dalam dunia tajwed bacaan seperti ini dinamakan : At takhallus minil tiqoois saakinaini (menghindar dari 2 huruf yang disukun).

Kesimpulan

Potongan ayat pada surat Al hujurat 11 yang berbunyi " Bi'salismul fusuuqu " kurang tepat jika dinamakan bacaan "Naql", lebih tepatnya dinamakan : At Takhallus Minil Tiqoois Saakinaini.

Sebabnya adalah salah satu dari 3 syarat bacaan "Naql" tidak terpenuhi pada kata " Al ismu ", yaitu hamzah pada kata "ismu" bukan hamzah Qath, akan tetapi hamzah washal.

Sebagai cataan akhir bahwa menurut bacaan Hafs dari Ashim (bacaan yang kita baca sehari-hari) tidak didapati bacaan "Naql" sama sekali.

Mohon koreksi dan pembenaran para pembaca jika terdapat kesalahan dalam penguraian ini. Jazakumullahu khairon.

Wallahu a'lam.

SINIS BELAJAR BACA AL-QUR'AN

Ada sebagian manusia yang sinis dengan hamba-hamba Allah Swt yang menekuni dan mendalami bacaan Al Qur'an saja. Saya katakan 'saja' dalam arti tanpa memahami arti,  tafsir,  makna dllnya.  Muncul dibenak mereka pertanyaan-pernyataan dan ungkapan-ungkapan konyol kekanak-kanakan.  Diantaranya:

- Buat apa belajar ngaji Kalo gak tahu maknanya?
- Al Qur'an itu diturukan tujuan utamanya untuk di teladani isinya bukan untuk dibaca
- Buat apa belajar ilmu Qiraat,  sepi peminat,  karena hanya sebatas bacaan saja. Tidak terasa aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari.
- (Kadang mencela karena saking awamnya) "Ini ngaji model apa,  wad duhee sajee,  salah itu,  shalatnya gak sah"

Saya katakan bahwa orang tersebut hendaklah menjaga lisannya dan bertanya kepada ahlinya. Supaya tidak hanya komentar ngawur,  mencela dan merendahkan orang lain,  terutama Ahlul Qur'an. Hendaklah ia takut murka Allah SWT. Baginya, diam adalah emas dan hendaklah terus ia mengaji dan memperdalam agama.

Salah satu hal yang boleh jadi ia memiliki ungkapan-ungkapan diatas yaitu kurang menghayati hadis nabi Saw berikut ini. Atau pernah membaca dan lewat begitu saja tanpa di fahami sari maknanya secara mendalam:

اقرؤوا القرءان، فإنه يأتى يوم القيامة شفيعا ﻷصحابه

Artinya: "Bacaan Al Qur'an, karena ia akan menjadi penolong bagi pembaca-pembacanya". HR. Muslim

Mungkin muncul pertanyaan: "Loh,  kata 'ashab' disini kan artinya yang ahli Qur'an baik bacaannya,  tafsirnya, punya sanad,   penerapannya,  dll secara komplit? ".

Saya katakan bahwa yang tepat adalah pembacanya saja.  Alasannya karena dalam hadis disebutkan perintah membaca,  secara otomatis sebuah balasan amalan biasanya disertakan setelah ucapan perintah tersebut, supaya seseorang dapat termotivasi untuk bersegera melakukan perintah.

Kesimpulannya: Untuk mendapatkan syafaat Al Qur'an hari kiamat kelak cukup dengan membacanya saja secara rutin dan istiqamah.  Tidak perlu sampai memahami tafsirnya,  maknanya,  gramatikalnya dll. Karena masing-masing orang memiliki kemampuan dan waktu yang berbeda-beda dalam mempelajari Al Qur'an.

Nah,  Kalo membaca Al Qur'an saja balasannya syafaat,  apalagi mendalaminya secara menyeluruh dalam setiap disiplin ilmunya.  Gak syafaat aja yang didapat,  ampunan, rahmat, kasih-sayang, kebahagiaan dunia & akhirat, semuanya diberikan Allah SWT pada hamba tersebut. Demikian pemahamannya.

Semoga dengan kupasan sederhana ini tidak ada lagi yang sinis dan memandang 'sebelah mata' kepada orang-orang yang tulus ikhlas mewaqafkan hidupnya untuk mempelajari BACAAN Al Qur'an saja. Baik itu tajwidnya atau ilmu Qiraatnya.  Amiiiin. ...

Biasanya orang yang dikarunia Allah SWT giat dan rutin membaca, niscaya hatinya akan tergerak untuk mengetahui dan mempelajari apa yang dibaca. Belajar membaca Al Quran adalah sebuah kunci yang digunakan membuka pintu gudang Al Quran yang didalamnya terdapat harta-karun di dalamnya. Tidak mungkin kita masuk gudang tanpa melalui pintu tersebut sebelum membukanya.

Bila ada kurang-salahnya mohon koreksi dan penyempurnaan.

Salam cinta & damai
Mochamad Ihsan Ufiq
Doha,  31 Desember 2014

BERTAJWID VS HAFAL AL QUR'AN, MANA DULU?

"Lebih baik saya mengaji dengan bertajwid sempurna 100% tapi gak hafidz daripada hafidz namun tajwidnya acakadul-amburadul". Ungkapan ini yang saya simpulkan dari tausiyah ustadz-ustadz agama.

Alasannnya bahwa hukum mengaji bertajwid adalah fardhu ain bagi pembaca. Sedangkan hafal Al Qur'an hukumnya kesunnahan yang sangat dianjurkan melihat kemuliaannya yang sangat besar. Ada juga ulama yang mengatakan hukumnya fardhu kifayah. Namun tetap saja hukumnya tidak wajib ain atau berdosa jika ditinggalkan. Hanya sebatas merugi saja akan pahala yang melimpah.

Kesimpulannya : fardhu ain VS sunnah muakkad jiddan maka yang darurat didahulukan adalah fardhu ain.

Lumayan sering saya di minta tolong orang tua anak-anak, baik arab atau non arab, "Mas,  tolong! ada waktu buat tahfidz anak saya nggak?". Pas anaknya saya dengar ngaji tajwidnya masih belepotan tidak memenuhi standart baca.

Mau mereka, saya mentalqin baca lalu anaknya menirukan sampai hafal. Namun cara menghafal seperti ini (tanpa mengaji tajwid yang diprioritaskan) akan merugikan kedua belah fihak:

1. Gurunya capek mengulang-ulang tanpa ada hasil yang memuaskan, apalagi anaknya lemah hafalan, banyak main dan susah diatur.
2. Anak akan menjadi ketergantungan mengaji. Kalau gak ada gurunya males ngaji dan mengulang karena gak bisa baca.
3. Ngaji hanya terbatas yang sudah dihafal bareng gurunya saja. Di minta buka surat lain kelabakan gak bisa baca.
3. Kalau tajwid tidak di prioritaskan sejak dini  (ala kadarnya, banyak hafal saja) ketika dewasa akan terbiasa baca amburadul, susah memperbaikinya.

"Wah, itu keadaan diri saya sejak kecil sampai dewasa, gimana mas,  dosa dong saya meninggalkan fardhu ain?"

Jawab: tidak ada dosa jika bertaubat dan segera mencari guru ngaji sekarang juga dan terus belajar tanpa lelah (jalan saja). Yang dosa itu jika masa bodoh, "Biarin, meski gak seberapa benar tajwid saya, saya masih bisa baca lancar kok,  bahkan 1 juz bisa saya baca 15-20 menit saja".

Kecuali jika kita sudah cari guru yang bisa ngajar tajwid, namun gak nemu-nemu. Dalam keadaan ini kita dimaafkan. Tapi kalau menonjolkan rasa gengsi saja, seperti:

- Udah tua, udah beruban rambut saya, gak pantes ah kalau ngaji lagi.
- Saya profesor, doktor punya umat banyak masak harus ngaji idghom, ghunnah dll lagi ke anak ingusan lahir kemarin sore itu?
- Saya udah hafidz lancar,  sering undangan ngaji kemana-mana, masak balik tajwid lagi, malu ah. Apa kata orang?
- Atau banyak alasan lain, intinya gak sudi atau gengsi memperbaiki bacaan saja

Dalam hal ini, harapannya semoga Allah Swt membebaskan kita dari murkanya saja. Yang jelas, jangan sampai berkesimpulan demikian, "Halaaah,  intinya ngaji lancar,  tajwid gak wajib, gak perlu belajar lagi, udah bisa ngaji kok".

Mohon koreksi dan tambahan atas kekurangan dan kesalahan

Salam persaudaraan dan perdamaian
Mochamad Ihsan Ufiq​
Doha, 14 Desember 2015

BENTUK BIBIR KETIKA MEMBACA TARQIQ & TAFKHIM

Bagi saya, keindahan membaca Al Qur'an yang paling nampak adalah pada tebal-tipisnya. Sifat tebal yang biasa dikenal tafkhim, atau sifat tipis yang biasa dikenal tarqiq adalah bukti salah satu bentuk kefasihan mengucap huruf arab yang tidak dimiliki bahasa lain.

Langsung saja, sebagai pengingat dan pendasaran tentang tafkhim-tarqiq :

- Tafkhim : suara menebal, lidah terangkat ke arah atas langit-langit atas mulut. Huruf-hurufnya :  خ ص ض غ ط ق ظ, plus ر dalam keadaan berharakat dhommah & kasroh. Nama lainnya adalah sifat ISTI'LA
- Tarqiq  : suara menipis, lidah menetap dibawah tidak terangkat, Huruf-huruf nya selain diatas. Nama lainnya adalah ISTIFAL

Selama saya membaca kitab-kitab tajwid, saya belum pernah mendapati sang pengarang mengupas bagaimana bentuk bibir ketika mengucapkan huruf-huruf istifal dan isti'la'. Umumnya yang di soroti hanya terangkat dan tidak nya lisan ke arah langit-langit atas.

Namun saya berkesimpulan sementara bahwa bentuk bibir ketika mengucapkan huruf istifal harus seperti orang tersenyum melebar kanan-kiri. Adapun huruf-huruf isti'la' bentuk bibir harus menyempit/menguncup bukan monyong. Kesimpulan inilah yang saya ajukan ke guru saya dan alhamdulillah beliau membenarkannya meski tidak ada referensi baku dari kitab tajwid.

Beliau menyebut bentuk tersenyum (istifal) dengan : الإمتداد  (Al Imtidad) artinya memanjang ke arah kanan-kiri. Sedangkan yang menguncup (tafkhim) dengan : الإنكماش (Al Inkimasy) artinya menguncup.

Kedua sifat istifal (tarqiq) dan isti'la' (tafkhim) adalah sifat laazimah artinya melekat pada huruf pada setiap keadaannya, baik ketika berharakat, bersukun atau bertasydid. Oleh karenanya setiap huruf istifal, bentuk  kedua bibir harus selalu dalam keadaan IMTIDAD, sedangkan setiap huruf isti'la kedua bibir harus berbentuk INKIMASY. Jika tidak demikian, bisa terjadi perubahan suara baca, huruf bahkan perubahan makna.

Sebelum menyebutkan contoh, untuk istilah IMTIDAD  akan saya terjemahan tersenyum. Adapun INKIMASY saya terjemah dengan menguncup untuk mempermudah pemahaman.

Contoh-contoh :

1. Kalimat وتواصوا
- WATAWAA : Semuanya huruf istifal  (tarqiq), bibir harus tersenyum
- SHOU : huruf isti'la (tafkhim), bibir harus menguncup .

Jika suara SHOU bibir dalam keadaan tersenyum maka akan menjadi وتواسوا.  Silahkan dicoba!

2. Kalimat خسر : Khusr (dalam keadaan berhenti)
Pada kalimat tersebut terdapat susunan sbb:
- huruf خ : Tafkhim (INKIMASY) menguncup
- huruf س : Tarqiq  (IMTIDAD) tersenyum
- huruf ر : Tafkhim (INKIMASY) menguncup

Jika ketika mensukun س tidak tersenyum maka kalimat diatas akan menjadi : خصر

3. Kalimat محذورا
- MAH : Tarqiq, bibir tersenyum
- Dzuu : Tarqiq, untuk memulai membaca ذ harus dari senyum lalu manyun mecucu karena dhommah

Jika setelah membaca MAH dalam keadaan tersenyum lalu langsung membaca ذ tidak memulainya dengan senyum maka suara baca akan menjadi : محظورا. Silahkan dicoba pelan-pelan sambil dihayati untuk membedakannya.

4. Kalimat أضل (waqaf)
- A : Istifal, senyum
- DHOL : Isti'la, menguncup lalu dalam keadaan mensukun ل bibir harus tersenyum.

Kalau tidak dikembalikan ke tersenyum ketika mensukun ل maka suara ل akan menjadi tebal seperti ketika mengucap huruf ل pada kata الله

Diatas adalah 4 contoh yang menjelaskan pentingnya memainkan bentuk bibir (senyum-menguncup) dalam membaca Al Qur'an. Mengingat karena huruf-huruf Al Qur'an hanya terbagi menjadi 2: tebal-tipis, maka senyum-menguncup ini akan ketara terlihat. Dan masih banyak ratusan ribu contoh lain yang kita bisa ketahui lewat bimbingan para ustadz yang kompeten dalam ilmu tajwid.

Maka tidak salah jika Imam Ibn Jazari berwasiat :
وليس بينه وبين تركه     #     إلا رياضة امرئ بفكه
Arti bebasnya : Kalau mau bagus ngajinya,  harus capek latihan pada rahangnya.

Namun kalau sudah terlatih tidak perlu capek-capek lagi. Pemahaman saya, perkataan beliau "latihan dengan rahangnya" adalah isyarat bahwa membaca Al Qur'an tidak boleh kayak orang menggerutu (ngunyah makanan, jawa: nggremeng). Seseorang juga harus memainkan kedua bibirnya supaya huruf-huruf terdengar sempurna tebal-tipisnya.

Barangkali ada yang hendak mengkritik saya silahkan dengan baik.

Semoga ada sedikit manfaat

Salam perdamaian  & persaudaraan
Mochamad Ihsan Ufiq
Doha, 5 Januari 2016

QOLQOLAH YANG TIDAK DIBAHAS DI KITAB TAJWID

Hampir semua orang tahu apa itu "Qolqolah", apalagi yang belajar di pesantren Al Qur'an. Jadi, "Qolqolah" adalah sebuah pantulan yang timbul ketika membaca salah satu huruf: ق, ط, ب, ج, د yang disukun yang didahului huruf berharakat. Sebagai contoh: كسب, سبق, كبد, حجج dll.

"Qalqalah" ada 2 macam Sughro dan Kubro. Gampangnya, kalo Kubro letak huruf "Qalqalah"nya di akhir kata, sedangkan Shughro letaknya ada di tengah kata.

LALU MANA YANG TIDAK DIBAHAS DI KITAB TAJWID??

Saya akan membahas suara akhiran pada "Qolqolah" tersebut. Ada yang mengatakan bahwa "Qolqolah" ketika diucapkan memantul di akhiri huruf hamzah atau imbuhan e', ada juga yang mengatakan tidak. contoh:

- Kata قد dibaca: QODE'
- Kata وتب dibaca: WATABBE'
- Kata الحج dibaca: ALHAJJE'

Nah, point yang ingin saya bahas disini adalah bahwa semua huruf "Qalqalah" ketika diucapkan ia tidak memiliki bunyi "e'" diakhiri hamzah. Alasannya adalah jika kita membacanya demikian seakan - akan kita telah menambah satu huruf lagi ketika mengucap huruf "Qolqolah" yaitu hamzah.

- kata قد ketika kita baca QODE' maka seakan-akan ia tertulis demikian: قدء
- Kata وقب  ketika kita membacanya demikian WAQOBE' maka seakan-akan ia tertulis وقبء .
- Kata لهب ketika kita membacanya demikian LAHABE' maka seakan-akan itu tertulis demikian لهبء

BANDINGANNYA

Andaikata huruf "Qolqolah" itu dibaca diakhiri dengan hamzah atau imbuhan e' (dengan memutus nafas dan suara) maka kita tidak akan dapat membedakan mana kata yang berakhiran hamzah dan mana yang tidak. untuk membuktiknnya saya akan membawakan sepotong ayat suci Al Qur'an di surat An Naml 25 :
ان لا يخرج الخبء

Pada kata "الخبء" ketika kita waqaf sudah pasti dengan menambahkan dengan hamzah atau imbuhan e', karena memang pada asalnya terdapat hamzah, begini: AL KHOBE'. Adapun pada huruf-huruf "Qolqolah" biasa yang tidak ada hamzahnya maka tidak boleh ditambahi e' atau hamzah di akhirnya agar tidak serupa dengan contoh pada potongan ayat diatas.

JADI GIMANA DONG BACA QOLQOLAH?

Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa "Qolqolah" adalah sebuah pantulan huruf. Pada setiap "Qolqolah" tidak ada unsur hamzahnya atau e' nya. Oleh karena itu cara bacanya juga harus hilang unsur hamzah/ e' nya. contoh:

- Kata مسد dibaca: MASADE, bukan: MASADE'.
- Kata الفلق dibaca: ALFALAQE, bukan: ALFALAQE'.
- Kata الأحد dibaca: AL AHADE, bukan: AL AHADE'.

TAMBAHAN KETERANGAN

1. Semua huruf Qololah (baik didahului huruf kasroh, fathah, atau dhommah) arah pantulan hurufnya mendekati harakat fathah.

2. Cara memantulkan huruf "Qolqolah" dengan membiarkannya memantul dengan sendirinya, bukan dengan menekannya secara berlebihan, dikhawatirkn ia seperti huruf yang berhakat fathah.

Contoh: وقد dibaca WAQODE. Akhiran DE dibaca mendekati harakat fathah dengan sedikit melemahkan atau membiarkannya memantul. Bukan WAQODA, karena bacaan "Qolqolah" ini terjadi karena terlalu mengeraskan pantulan sehingga seakan-akan ia berharakat fathah.

3. Bukan berarti saya menyalahkan orang yang membaca dengan akhiran hamzah atau e', akan tetapi demikian yang saya dapatkan ketika mengaji dengan guru saya Syekh Umar Muhammad Hanafi dari Mesir Rahimahullahu wa nafa'allahu bi ilmih yang dimana beliau mempunyai rentetan sanad baca sampai Nabi SAW.

4. Penyebab saya tidak berani menyalahkan terlalu berlebihan adalah karena saya dapati juga Syekh Kurayyim Rojih Hafidzahullah (Syaikhul Qurro' bumi Syam yang sekarang mukim di Doha-Qatar) membacanya dengan mengakhiri setiap huruf "Qolqolah" dengan hamzah atau e' seperti penjelasan diatas dan saya juga belum tahu apa alasannya. Bisa jadi beliau mendapatkan bacaan demikian dari guru-guru beliau yang juga mempunyai sanad bacaan sampai Nabi SAW.

5. Bunyi pantulan huruf "Qolqolah" seperti kita mengucapkan huruf E pada kata "Emak", BUKAN huruf E pada kata "Ekor" bukan juga "TempE". Tentunya dengan syarat lebih mengarah sedikit ke fathah.

6. Bacaan "Qolqolah" diatas berlaku baik di tengah kata atau di akhir kata, bedanya suara pantulan "Qolqolah" di akhir kata lebih kuat atau yang biasa kita sebut "Qolqolah Kubro".

7. Perlu di ingat bahwa membaca Qolqolah yang bertasydid dengan cara menahan suara lebih kuat sebelum melepaskannya. Contoh: وتب dibaca WATABBE bukan WATABE

8. Untuk mendengarkan bacaan "Qalqalah" yang tepat sesuai penjelasan saya diatas silahkan mendengarkan bacaan Syekh Musa Bilal pada link berikut:

http://www.4shared.com/audio/w2F2s2RE/D_111-Musa_-_Hafs_-__Al-Masad.html

Dan untuk mendengarkan bacaan "Qolqolah" yang berbeda yang tidak sesuai dengan penjelasan saya diatas silahkan mendengarkan bacaan Syekh Kuroyyim Rojih pada link berikut:

https://ia701205.us.archive.org/23/items/kareem-saeid-rage7/111.mp3

Semoga Allah SWT menggolongkan kita sebagai "Ahlul Qur'an" yang dimana mereka adalah orang yang sangat dimanja oleh Allah SWT. Amin..

Mohon koreksi bila ada kesalahan dan kekurangan.
Semoga bermanfaat.

Mochamad Ihsan Ufiq
Doha, 16 Januari 2014

4 BASIC ISLAMIC STUDIES 4 CHILDREN

Sebagai seorang muslim yang taat, wajib hukumnya mempelajari dan mengetahui ajaran agamanya. Ilmu-ilmu islam sangatlah banyak, namun ada 4 yang paling penting untuk diajarkan kepada anak-anak. Jikalau orang tua sampai lalai tidak mengajarkannya maka mereka berdosa.

Apa 4 ilmu itu....?

Sebelum saya mulai, cukup sering saya mendapati orang tua yang ingin anaknya menjadi seorang hafidz Al Qur'an. Oleh karena itu, sejak kecil mereka hanya dididik menghafal Al Qur'an melulu, lalu mana 3 ilmu yang lain?. Perlu diketahui bahwa menghafal Al Qur'an hukumnya fardhu kifayah, sedangkan 3 ilmu sisanya bisa saya katakan fardhu 'ain.

1. PENDIDIKAN AKHLAK ISLAM

Seyogyanya bagi seorang murid/anak-anak agar belajar akhlaq/sopan-santun sebelum belajar yang lain. Betapa banyaknya saya dapati seorang anak membawa Al Qur'an dijulurkan kebawah dengan tangan kiri, diletakkan di lantai, melangkahi mushaf, shalat dengan celana pendek, makan tangan kiri, tidak hormat pada orang tua/ustadz dll.

Sebelum mereka beranjak dewasa dan akan susah diperbaiki, hendaklah orang tua memperhatikannya sejak kecil. Jika sudah terlanjur dewasa, memang sedikit membutuhkan terapi dan ketegasan orang tua jika ingin kehidupan mereka kelak mulia.

2. BELAJAR AQIDAH ISLAMIYYAH

Seorang anak hendaklah ditanamkan dan dikenalkan sejak dini aqidah islamiyyah yang sesuai dengan pemahaman Ahlussunnah Wal Jamaah. Karena aqidah bak tiket masa depan sebelum masuk surga bagi seorang muslim.

Tidak perlu diajari aqidah-aqidah yang rumit dan njelimet yang ulama masih mempertentangkannya, cukup kita kenalkan kepada anak makna syahadat, rukun iman, rukun islam, nabi-nabi, malaikat dll. Tidak perlu anak-anak menjadi korban hasil debat kusir pemuda-pemuda yang mengaku belajar agama namun tidak tahu etika.

Saya sangat sedih, karena pernah melihat ada seorang ustadz mengajarkan murid-muridnya bahwa Allah SWT bertempat di langit, punya tangan, kaki dll. Ada baiknya hal-hal seperti di 'skip' dulu bagi mereka karena belum saatnya mereka mengetahuinya, jika toh masih maksa maka mereka akan terjerumus menyerupakan Allah SWT dengan makhluknya, wal iyadzu billah.

3. BELAJAR AL QUR'AN

Saya rasa hampir semua orang islam sadar bahwa anaknya harus belajar Al Qur'an. Yang perlu saya sikapi disini adalah sebagian orang tua terlalu  tergesa gesa dan berambisi agar anaknya segera menghafal, padal sang anak masih dalam tahap mengenal dan mempelajari cara baca huruf arab.

Step yang tepat adalah belajar cara baca yang cukup dan kalo sudah 60 - 70 % bisa dimulai dengan menghafal surat-surat pendek/juz Amma.

4. BELAJAR FIQH BERMADZHAB

3 ilmu diatas belum dikatakan cukup jika ilmu fiqh tidak juga diajarkan. Dimulai dari pengenalan wudhu, shalat, puasa, zakat, haji dll, dan yang penting didik mereka untuk menerapkannya. Begitu juga tidak perlu anak - anak menjadi korban hasil masalah khilafiyyah intelek-intelek muda akhir zaman.

Pilihlah satu madzhab fiqh yang mu'tabar (diakui ulama islam). Secara umum masyarakat Asia menganut madzhab imam As Syafii Ra, jangan disuguhi anak-anak dengan fiqih lintas madzhab. Usahakan sejak kecil sampai besar tetap berdasarkan apa yang mereka pelajari dari kecilnya, jangan berubah-ubah.

Waduuuwh, saya (orang tua) kurang kompeten dan gak ada waktu mengajari anak-anak itu semua? Gimana nih?

Gak masalah, carilah seorang ustadz yang dipercaya, minta ustadz tersebut agar mengajarkan 4 ilmu dasar diatas. Jangan sampai porsi masing-masing lebih banyak dari yang lainnya. Atau bisa juga dimulai satu persatu berdasarkan kemampuan dan potensi sang anak.

Cukup dititipkan ke ustadz???

Gak cukup, periksa dan evaluasi terus hasil yang diterima anak-anak dan bantu mereka untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena apalah arti sang anak belajar ke ustadz namun ketika sampai rumah orang tuanya lalai dan membiarkan. Sang ustadz hanyalah sutradara pembantu, dan orang tualah sutradara utamanya.

Sudahkah anak-anak kita menguasai 4 ilmu basic diatas???. Monggo bersama-sama intropeksi diri masing-masing.

Semoga bermanfaat
Wassalam

Mochamad Ihsan Ufiq
Doha, 11 April 2014